TRADISI
DESA TEGALREJO
(Studi
penelitian di Desa Tegalrejo)
Makalah
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen
Pengampu Marwanto, M.Pd.
Oleh
:
Annisa
Sekarwati
213-14-055
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGAM
STUDI PERBANKAN SYARIAH - S1
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
TRADISI
DESA TEGALREJO
(Studi Penelitian di Desa Tegalrejo)
Oleh : Annisa Sekarwati
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
Pendahuluan
Matahari
sudah memancarkan sinarnya, kesibukan mulai terlihat di desa Tegalrejo. Hari ini akan ada acara nyadran kali yaitu membersihkan sekitar sungai. Bapak-bapak mulai mengambil
sampah-sampah, mencabut rumput-rumput liar di sekitar jembatan, dan juga membersihkan
sekitar sumur keramat. Ibu-ibu mulai mempersiapkan makanan dan minuman untuk
bapak-bapak.
Setelah
nyadran kali selesai, pada sore hari
ada pertunjukan kesenian kuda lumping dan dilanjutkan pertunjukan nanggap wayang kulit di malam hari. Tidak hanya warga sekitar yang
berbondong-bondong datang untuk melihat, tetapi ada warga desa lain yang ikut
menyaksikan. Acara kali ini sangat meriah, dan diharapkan tradisi nyadran tetap lestari.
Desa
ini bernama Tegalrejo. Nama Tegalrejo diambil dari kegiatan sehari-hari
penduduk sekitar pada zaman dahulu yaitu berkebun. Berasal dari dua kata Tegal dan Rejo. Tegal berarti
kebun, tempat yang luas untuk bercocok tanam penduduk sekitar dan Rejo berarti penduduk.
Di
desa Tegalrejo ada sebuah sumur yang dianggap keramat oleh penduduk sekitar.
Sumur ini bernama Sumur Bandung, terletak di bawah pohon beringin dan
berdekatan dengan makam.
A. Sistem Kepercayaan
Kebanyakan
orang Jawa percaya bahwa hidup manusia di dunia ini sudah diatur dalam alam
semesta, sehingga tidak sedikit mereka yang bersikap nerima, yaitu menyerahkan diri kepada taqdir. Orang Jawa juga
percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan di mana saja yang
pernah dikenal, yaitu kesakten,
kemudian arwah atau ruh leluhur, dan makhluk-makhluk halus seperti memedi, lelembut, tuyul, demit serta jin
dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka (Koentjaraningrat,
2002:347)
Agama
mayoritas yang berkembang di kalangan masyarakat Tegalrejo yaitu Islam, namun
ada juga yang menganut agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.
1. Upacara
Kematian
Ketika
ada orang yang meninggal dengan segera penduduk Tegalrejo menuju rumah orang
tersebut untuk memastikan apa sebab orang tersebut meninggal, karena sakit yang
parah, kecelakaan atau sebab yang lain. Sebelum dimakamkan jenazah dimandikan
oleh keluarga, dikafani, lalu disholatkan.
Saat
jenazah akan diberangkatkan menuju pemakaman, seluruh anggota keluarga yang
ditinggalkan melakukan brobosan (berjalan
dibawah keranda dengan memutari sebanyak 3 kali), kemudian modin (orang yang mengurus jenazah) akan melempar segenggam beras
kuning (hasil rendaman beras air kunyit) dan uang logam ke arah keranda
sebanyak 3 kali. Selanjutnya seorang ustadz akan membaca surat Al – Fatihah
sebanyak 3 kali yang ditirukan oleh seluruh pelayat. Keranda tersebut dipanggul (diangkat sampai bahu) oleh
beberapa orang dan dibawa menuju makam.
Jenazah
lalu dimasukkan kedalam liang, tali yang mengikat kafan dilepas, kemudian
jenazah dimiringkan ke kanan dan ditutup dengan papan dan diratakan dengan
tanah.
2. Ziarah
Kubur
Hal
ini biasa dilakukan setiap malam jumat kliwon dan di bulan Sya’ban (menjelang
puasa) dan sebelum hari raya Idul Fitri dengan berdoa di makam dan membersihkan
sekitar makam anggota keluarga menggunakan sabit, sapu lidi, kain lap dan air.
Rumput-rumput di sekitar makam dibersihkan
menggunakan sabit, dikumpulkan dengan sapu lalu dibakar. Nisannya dibersihkan
dengan kain lap yang sudah diberi air dan makamnya ditaburi bunga.
3.
Nyadran
1. Nyadran
Kuburan
Nyadran kuburan yaitu kerja bakti satu desa membersihkan makam yang
dipimpin oleh lurah dan perangkat desa menjelang Idul Fitri. Biasanya dilakukan
kaum lelaki, sedangkan kaum perempuan mempersiapkan makanan yang akan dibagikan
kepada seluruh warga yang melakukan kerja bakti.
Makanan
yang disajikan yaitu nasi tumpeng (nasi
yang dibentuk kerucut), gudangan (sayur
sayuran yang dicampur dengan sambal kelapa), ingkung (daging ayam yang masih utuh), jajan pasar (makanan tradisional yang dibeli dari pasar seperti,
kacang rebus, tape).
Sebelum
makanan dibagikan, seorang ustadz membacakan rangkaian doa terlebih dahulu.
2. Nyadran
Kali
Nyadran kali yaitu kerja bakti satu desa
membersihkan kali (sunngai) dan sumur
Bandung dipimpin oleh lurah dan perangkat desa. Nyadran kali dilakukan di bulan Sapar.
Setelah
kaum lelaki selesai membersihkan sungai dan sekitar sumur, ketua adat melakukan
ritual penyembelihan ayam jago. Darah ayam ini dibiarkan mengucur ke dalam
sumur. Ayam tersebut dibersihkan kemudian dibakar didekat sungai. Setelah
matang dagingnya dibagikan kepada orang yang mengikuti kerja bakti nyadran kali.
Selanjutnya
ketua adat membawa sesaji yang
diletakkan di tempat-tempat tertentu yang dianggap ada penunggu/makhluk
halus/ruh leluhur di sekitar sungai dan sumur sambil membaca mantra. Sesaji ini berisi nasi, daging ayam
bagian paha, jajan pasar, kinang (daun sirih, tembakau, kapur sirih), pisang,
rokok, kopi, bunga-bunga (mawar, melati, kantil).
4. Yasinan
ibu – ibu dan bapak – bapak
Yasinan
dilakukan dengan mengundang warga satu RT setelah sholat isya’ dengan membaca
surat yasin pada geblak (hari pertama kematian), rong dina ( hari ke dua), nelung dina (hari ke tiga), mitung dina (hari ke tujuh), matang puluh (hari ke empat puluh), nyatus (hari ke100), mendak pisan (1 tahunan), mendak pindo (2 tahunan), nyewu (hari ke seribu).
5. Pengajian
Pengajian
juga dilakukan dengan mengundang warga satu RT setelah sholat isya’ dengan
membaca surat yasin. Pengajian ini rutin setiap 3 minggu sekali atau ketika ada
orang yang mempunyai hajat (perkawinan, kirim doa, tasyakkuran).
6. Kelahiran
1. Pra Kelahiran
i. Neloni
Selamatan
pada ibu hamil dimulai pada bulan ke tiga yang disebut neloni, hal ini dilakukan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan ruh kepada janin yang dikandung. Selamatan neloni dilaksanakan dengan membagikan bancakan (nasi gudangan dan bubur merah putih) kepada warga sekitar rumah.
ii. Mitoni
Selamatan
selanjutnya yang dilakukan yaitu mitoni (tujuh
bulanan), dengan harapan bayi yang dikandung sehat dan selamat pada saat
kelahiran. Selamatan mitoni juga
dilaksanakan dengan membagikan nasi gudangan
dan bubur merah putih. Pada saat mitoni
diadakan ritual bagi ibu hamil yaitu dengan menyiramkan air oleh tujuh anggota
keluarga yang diambil dari tujuh mata air. Kemudian ibu ini mengganti
pakaiannya sebanyak tujuh kali. Ritual selanjutnya yaitu membelah dua kelapa
muda yang telah diberi gambar tokoh pewayangan Janaka dan Srikandi sebagai
lambang laki-laki dan perempuan.
2. Pasca kelahiran
i. Mendhem ari-ari
Mendhem ari-ari
(mengubur ari-ari) yaitu prosesi yang dilakukan setelah sang jabang bayi lahir.
Ari-ari diistimewakan, karena sebagai penghubung antara sang ibu dengan bayinya
di dalam rahim, dalam kepercayaan orang Jawa, mereka menganggap bahwa ari-ari
adalah kembaran sang bayi tersebut.
ii. Brokohan
Setelah
bayi dilahirkan dan sang ibu masih di rumah sakit atau klinik bersalin,
biasanya anggota keluarga yang berada di rumah memasak nasi gudangan dan bubur merah putih untuk
dibagikan kepada tetangga. Brokohan dimaksudkan
sebagai rasa syukur karena bayi telah lahir.
iii. Puputan
Ketika
bayi berusia lima sampai tujuh hari, tali pusarnya akan lepas dengan
sendirinya, peristiwa ini disebut puputan.
Biasanya akan diadakan bancakan dan
aqiqoh.
iv. Selapanan
Selamatan
selanjutnya yaitu selapanan, bayi
yang berusia 35 hari akan dipotong rambutnya oleh sesepuh (orang yang dituakan) keluarga, kemudian didoakan.
7. Pernikahan
1.
Pra Nikah
i. Kirim
doa
Seminggu
sebelum hari pernikahan, keluarga pihak perempuan mengadakan pengajian kirim
doa untuk ruh leluhur.
ii. Lamaran
Keluarga
pihak laki-laki datang kerumah pihak perempuan. Sang laki-laki bertanya kepada
perempuan, apakah dia mau menjadi istrinya. Selanjutnya pihak perempuan akan
mencari tanggal yang tepat untuk melangsungkan pernikahan apabila perempuan itu
mau menjadi istri laki-laki tersebut.
iii. Tukar
Cincin
Dua
hari sebelum hari pernikahan diadakan tukar cincin disaksikan oleh keluarga kedua
belah pihak.
iv. Siraman
Sehari
sebelum pernikahan, kedua calon pengantin disucikan dengan cara dimandikan yang
disebut Siraman. Calon pengantin
dimandikan dirumah orang tua masing-masing. Pihak keluarga pengantin putri
mengirim air suci perwitosari artinya
air kehidupan, yaitu air dari tujuh sumber mata air yang dicampur dengan
beberapa macam bunga untuk memandikan pengantin pria.
v. Ngerik
Ngerik artinya rambut-rambut kecil
diwajah calon pengantin wanita dengan hati-hati dikerik oleh perias.
vi. Midodareni
Selanjutnya
pada malam hari sebelum pernikahan ada upacara midodareni yang dilaksanakan di rumah calon pengantin wanita. Midodareni berasal dari kata widodari atau bidadari, masyarakat
percaya bahwa pada malam ini para bidadari turun dari kahyangan untuk
menyempurnakan kecantikan calon pengantin putri. Pengantin putri tidak
diperbolehkan tidur dari pukul 18.00 sampai tengah malam. Tepat pukul 12 malam
diadakan bancakan (nasi tumpeng lengkap dengan gudangan dan ingkung) untuk dimakan keluarga besar.
2. Hari
Pernikahan
i. Akad
Nikah
Akad
nikah adalah hal paling penting untuk melegalisir sebuah pernikahan. Ijab ini
dilakukan sesuai dengan agama yang
dianut. Selain agar pernikahan sah dimata Allah, akad nikah dilakukan supaya
pernikahannya diakui oleh negara.
ii. Temu
Penganten
Pengantin
pria diantar oleh saudara-saudaranya tanpa kedua orang tua tiba di depan rumah
pengantin putri dan berhenti di depan pintu rumah. Kemudian, pengantin wanita
dengan dikawal saudara-saudara beserta kedua orang tuanya, menyonngsong
kedatangan rombonngan pengantin pria.
iii. Balangan
Suruh
Pada
jarak dua atau tiga meter, kedua pengantin saling melempar ikatan daun sirih
yang diisi dengan kapur sirih dan diikat dengan benang. Menurut kepercayaan, dengan
saling melempar daun sirih dapat megusir roh jahat.
iv. Ritual
Wiji Dadi
Pengantin
wanita jongkok dihadapan pengantin pria, selanjutnya pengantin pria menginjak
sebuah telur ayam kampung hingga pecah dengan telapak kaki kanannya, kemudian
kaki tersebut dibasuh oleh pengantin wanita dengan air kembang.
v. Sindhuran
Ayah
pengantin putri berjalan di depan kedua pengantin menuju ke kursi pengantin,
sedangkan ibu pengantin putri berjalan di belakang sambil menutupi pundak kedua
pengantin dengan kain sindhur. Kain sindhur berwarna merah dan di pinggir
terdapat renda berwarna putih. Ini melambangkan, sang ayah menunjukkan jalan
menuju kebahagiaan dan sang ibu mendukung dari belakang.
vi. Ritual
Kacar Kucur
Setelah
pengantin tiba di kursi pengantin, tradisi selanjutnya yaitu kacar kucur. Dalam ritual ini, suami
menuangkan isi dari tas kecil berupa kacang, kedelai, beras, jagung, beras
kuning, dlingo bengle, beberapa macam bunga dan uang logam. Istri menerima
dengan selembar kain putih. Upacara kacar
kucur menggambarkan suami memberikan seluruh penghasilannya kepada istri
dan istri akan menjadi ibu rumah tangga yang baik.
vii. Ritual
Dhahar Klimah
Dengan
disaksikan orang tua pengantin putri dan kerabat dekat, sepasang pengantin
makan bersama dan saling menyuapi.
viii.
Mapag Besan
Kedua
orang tua pengantin putri menjemput kedua orang tua pengantin pria di depan
rumah, selanjutnya berjalan bersama menuju tempat acara.
ix. Sungkeman
Sepasang
pengantin melakukan sungkem kepada kepada orang tua kedua pihak pengantin.
Sungkem merupakan bentuk penghormatan
tulus kepada orang tua. Pengantin dalam posisi jongkok, kedua telapak tangan
menyembah dan mencium lutut yang disungkemi.
3. Pasca
Nikah
Setelah
resmi menjadi sepasang suami istri masih ada adat istiadat yang biasa dilakukan
yaiu sepasaran nganten (keluarga pengantin
perempuan dibawa ke rumah pengantin laki-laki).
B. Sistem Kemasyarakatan
Di dalam kenyataan hidup masyarakat
orang Jawa, orang masih membeda – bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar dan
yang kebanyakan disebut wong cilik,
seperti petani-petani, tukang-tukang, dan pekerja kasar lainnya
(Koentjaraningrat, 2002:344). Di desa Tegalrejo juga membeda-bedakan lapisan
masyarakat. (1) Priyayi, istilah
priyayi ini mengacu kepada suatu kelas sosial tertinggi di kalangan masyarakat
biasa karena memiliki status sosial yang cukup tinggi di masyarakat. Biasanya
kaum priyayi ini terdiri dari para pegawai negeri sipil dan para kaum
terpelajar yang memiliki tingkatan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang-orang di sekitarnya. (2) Santri,
lapisan ini tidak mengacu kepada seluruh masyarakat yang beragama muslim,
tetapi lebih mengacu kepada para santri yang belajar di pondok-pondok. (3) Wong cilik atau golongan masyarakat
biasa, yaitu masyarakat yang memiliki kasta terendah dalam pelapisan sosial.
Biasanya golongan ini bekerja sebagai petani atau buruh.
C. Sistem Pengetahuan
Pembuatan rumah tidak luput
dari tradisi turun temurun yang sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian
masyarakat Tegalrejo. Apabila akan membangun rumah tidak dianjurkan dibulan
Sura. Mereka percaya akan ada hal buruk yang terjadi apabila pembangunan rumah
tetap dilaksanakan. Tidak hanya itu, setelah pondasi dan dinding rumah selesai
dibangun, diadakan selametan munggahke
kap yaitu selamatan sebelum memasang genting. Selametan ini supaya pemasangan genting lancar dan para pekerja
tidak ada yang jatuh dari ketinggian. Orang yang mempunyai rumah ini akan
membuat nasi tumpeng, gudangan, ingkung,
jajan pasar, bubur merah putih dan sesaji.
Kemudian mengumpulkan keluarga terdekat dan tetangga sekitar untuk berdoa
bersama dirumah yang baru setengah jadi tersebut dan memakan makanan yang telah
disediakan. Setelah pembangunan rumah
selesai, masih ada selametan yang
terakhir. Selametan terakhir yaitu
sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT karena atas kehendaknya pembangunan
rumah dapat berlangsung dengan lancar serta memohon izin kepada makhluk halus
penunggu rumah untuk menempati rumah tersebut agar tidak diganggu.
D. Sistem Mata Pencaharian
1. Pegawai
Negeri
Masyarakat
yang bekerja sebagai pegawai negeri misalnya guru, pegawai di instansi
pemerintahan.
2. Pedagang
Kebanyakan
masyarakat sekitar yang berdagang, mereka menjual sembako dan masakan matang.
3. Buruh
Bagi mereka yang tidak berpendidikan tinggi dan kurang
beruntung inilah pekerjaan sehari-harinya. Misal, buruh pabrik, tukang batu,
dan buruh cuci.
E. Sistem Peralatan dan Teknologi
1. Peralatan
Masak
Hampir
semua warga masyarakat Tegalrejo memasak menggunakan kompor gas, tetapi ada juga
yang menggunakan tungku dan kayu bakar. Untuk menghaluskan bumbu alat memasak
yang sering digunakan yaitu coweg (alas
ulegan terbuat dari batu yang berbentuk cekung) munthu (ulegan), ada juga yang menggunakan blender.
Untuk
menanak nasi masyarakat menggunakan dandang
(panci berukuran sedikit lebih besar) atau ricecooker. Alat memasak lain
yang digunakan yaitu wajan, panci, irus (sendok
sayur yang terbuat dari tempurung kelapa), serok
(alat untuk meniriskan makanan setelah digoreng), spatula, parutan kelapa,
baskom.
2. Nama
Masakan
Sayur
lodeh terbuat dari campuran sayuran seperti labu siam, kol, wortel, kacang
panjang, daun so, terong yang diberi santan. Oblok-oblok terbuat dari daun
singkong yang diberi campuran ika teri dan parutan kelapa muda. Botok terbuat
dari parutan kelapa muda, teri, tomat hijau, lombok hijau yang dibungkus daun
pisang kemudian dikukus. Sambel tumpang terbuat dari campuran tahu, tempe,
tetelan sapi kemudian diberi bumbu dan santan kental. Sayur adas terbuat dari
daun adas yang diberi bumbu dan santan. Gudangan terbuat dari bermacam-macam
sayuran seperti bayam, kol, kacang panjang yang direbus lalu diurap dengan
sambal kelapa.
3. Nama
Makanan
Gemblong, terbuat dari ketela rebus yang sudah
dihaluskan kemudian dibentuk lonjong dan di dalamnya diisi gula pasir kemudian
digoreng. Combro, terbuat dari ketela parut kemudian dibentuk bulat pipih di
isi dengan tempe pedas kemudian digoreng. Klenyem, sama seperti combro bedanya
klenyem berisi gula jawa. Utri, sama seperti klenyem yang berisi gula jawa
tetapi tidak digoreng, melainkan dikukus dan dibungkus dengan daun pisang.
4. Alat –
alat Bertani
Karena
mata pencaharian masyarakat Tegalrejo bukan sebagai petani, alat – alat bertani
di sini digunakan sebagai alat untuk membersihkan sekitar rumah. Alat – alat
tersebut seperti sabit, golok, gunting rumput, cangkul.
5. Rumah
Bangunan
tempat tinggal warga sekitar kebanyakan yaitu limasan, model minimalisLatar
yaitu halaman rumah. Teras/emper yaitu serambi rumah. Senthong sebutan untuk
kamar tidur. Pawon yaitu dapur yang masih menggunakan tungku dan kayu bakar.
F.
Sistem
Kesenian
Di
Tegalrejo berkembang kesenian kuda lumping yang diikuti oleh pemuda pemudi dan
anak-anak. Kesenian tersebut juga dimasukkan kedalam ekstrakulikuler salah satu
sekolah dasar di Tegalrejo. Biasanya kesenian ini ditampilkan setelah nyadran kali, ketika hari kemerdekaan,
saat wasana warsa sekolah dasar tersebut, dan menyambut tamu penting.
G. Sistem Bahasa
Di
dalam kehidupan sehari – hari sebagian besar masyarakat sekitar menggunakan bahasa
Jawa. Pada prinsipnya ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa yaitu Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko dipakai untuk berbicara kepada orang yang sudah
kenal akrab, kepada orang yang lebih muda usianya atau lebih rendah status
sosialnya. Sedangkan bahasa Jawa Krama dipergunakan
untuk berbicara dengan orang yang belum dikenal akrab, kepada orang yang
usianya lebih tua serta memiliki derajat lebih tinggi.
Kesimpulan
Arti Tegalrejo yaitu penduduk yang bekerja di
kebun. Pada sistem kepercayaan masyarakat Tegalrejo banyak tradisi yang
berkembang, yaitu upacara kematian, ziarah kubur, nyadran, yasinan ibu-ibu dan
bapak-bapak, pengajian. Saat kelahiran, tradisi yang banyak dilakukan yaitu neloni,
mitoni, mendhem ari-ari, brokohan, puputan, selapanan. Adat pernikahan yang
masih dilakukan seperti kirim doa,
lamaran, tukar cincin, siraman, ngerik, midodareni, akad nikah, temu penganten,
balangan suruh, ritual wiji dadi, sindhuran, ritual kacar kucur, dhahar klimah,
mapag
besan, sungkeman, sepasaran nganten. Di dalm sistem kemasyarakatan, dibedakan
antara priyayi, santri, dan wong cilik. Sistem Pengetahuan yang terdapat di
desa ini, yaitu selalu ada ritual selamatan disetiap pembuatan rumah. Sistem
Mata Pencaharian warga sekitar yang dominan yaitu pegawai negeri, pedagang, dan
buruh. Peralatan dan Teknologi yang digunakan tidak semuanya barang tradisional
ataupun semuanya barang modern. Kesenian yang terlihat mencolok yaitu kuda
lumping. Bahasa sehari-hari yang dipakai masyarakat sekitar yaitu Bahasa Jawa
dan Bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat.
1998. Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi II. ABCDJakarta: Rineka Cipta
Koentjaraningrat.
2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan
Negoro,
Suryo S. Upacara Perkawinan Tradisional Jawa. www.jagadkejawen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7&Itemid=7&lang=id. Diakses: 11
Juni 2015