Minggu, 25 September 2016

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH



TIME VALUE OF MONEY VS ECONOMIC VALUE OF TIME



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Keuangan merupakan hal yang penting dalam kehidupan ekonomi. Ekonomi adalah suatu aktivitas mengelola uang dan modal dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, masalah keuangan ini perlu mendapatkan perhatian secara serius. Keberhasilan pengelolaan keuangan sangat ditentukan oleh prinsip yang digunakan. Islam telah memberikan prinsip- prinsip dasar dalam mengelola uang dan modal, baik untuk aktivitas bisnis maupun investasi.
Sekarang ini, banyak perkembangan baru yang terkait dalam bidang ekonomi seperti masalah mata uang, pola transaksi perdagangan dan sebagainya. Sebagaimana perkembangan instrumen keuangan yang dibahas dimakalah ini, kesemuanya adalah hal yang perlu dikaji. Seperti halnya dalam bidang atau transaksi pasar modal. Terkait dengan aktivitas didalam pasar modal, banyak aspek yang perlu dicermati.
Sebab aspek tersebut belum tentu sesuai dengan prinsip atau kaidah ekonomi islam seperti: konsep time value of money atau positive time preference. Bolehkah konsep ini diterapkan dalam sistem keuangan syariah. Jika boleh, modal apa yang dapat dijadikan sebagai brenchmark atau mungkin lebih tepat digunakan saja rata-rata cost of equity dari perusahaan pada industri tertentu? Dapatkah konsep time value of money sebagai dasar dalam penentuan angsuran pokok dan margin pada pinjaman murabahah dan seterusnya.

B.       Rumusan Masalah
1.        Apa Karakteristik Keuangan Syariah ?
2.        Bagaimana Konsep Time Value Of Money dan Cost Of Capital ?
3.        Apa Kritik Atas Konsep Time Value Of Money ?
4.        Bagaimana Konsep Economic Value Of Time (EVT) ?

C.      Tujuan
Untuk  mengetahui lebih dalam tentang Time Value Of Money Vs Economic Value Of Time berdasarkan rumusan masalah diatas.




























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Karakteristik Keuangan Syariah
Bidang ekonomi sekarang ini banyak mengalami perkembangan baru, seperti dalam bidang bidang pasar modal. Namun terkait dengan aktivitas didalamnya, terdapat konsep time value of money atau positive time preference yang tidak sesuai dengan karakteristik keuangan syariah.
Adapun karakteristik (sistem dan lembaga) keuangan syariah adalah[1] :
1.      Dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
2.      Implementasi prinsip ekonomi Islam dengan ciri-ciri:
·         Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya,
·         Tidak mengenal konsep “time-value of money”,
·         Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan.
3.      Beroperasi atas dasar bagi hasil.
4.      Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa.
5.      Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan.
6.      Asas utamanya adalah: kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal.
7.      Tidak membedakan secara tegas sektor moneter dan sektor riil, namun dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil.

B.     Konsep Time Value Of Money dan Cost Of Capital
Persoalan riba berkaitan erat dengan masalah uang. Islam memiliki prinsip ekonomi bahwa uang sebagai sarana penukar dan penimpan nilai, bukan barag yang diperdagangkan. Dalam ekonomi konvensional, mengenai uang ini timbul pemikiran nilai uang menurut waktu (time value of money). Time value of money  merupakan nilainya uang yang bertambah karena perjalanan waktu, bukan didasarkan pada aktivitas ekonomi apa yang dilakukan.[2] Hal yang melatar belakangi time value of money adalah adanya anggapan hilangnya opportunity cost oleh pemilik modal, ketika dia meminjamkan uang kepada pihak lain.
Selain itu, TVM merupakan intervensi konsep biologi dalam bidang ekonomi. Konsep ini muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan barang yang hidup (sel hidup).
Pb = P0 ( 1 + g ) t
Dimana:
Pb : Pertumbuhan Sel
P0 : Sel Pada Awalnya
g   : Pertumbuhan
t    : Waktu
Formula ini kemudian diadopsi dalam ilmu keuangan dan akhirnya dirumuskan sebagai berikut:
FV = PV (1+i)n
Dimana :
FV       : Future Value (Nilai uang masa yang akan datang)
PV       : Present Value (Nilai uang masa sekarang)
i           : Tingkat suku bunga
n          : Waktu
Namun konsep keuangan konvensional time value of money ditolak para ekonom Islam dengan alasan economic value of time. Faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Sehingga siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama dan ras secara sunatullah, ia akan mendapatkan keuntungan dunia.[3] Konsep time value of money didasari oleh dua alasan yang biasa disebut teori bunga abstinence (penundaan konsumsi) dan time preference theory (saat ini lebih berharga dari masa yang akan datang), yaitu:
1.      Presence of inflation (adanya inflasi).
2.      Preference present consumption to future consumption (konsumsi hari ini lebih disukai daripada konsumsi pada waktu yang akan datang).
Adanya inflasi ini tidak dapat diterima karena tidak lengkap kondisinya, jika keadaan inflasi dijadikan alasan time value of money seharusnya keadaan deflasi menjadi alasan adanya negative time value of money. Dan time preference theory juga ditolak karena bertentangan dengan prinsip al-ghunmu bi la ghurni (mendapatkan hasil tanpa memperhatikan risiko) dan al-kharaj bi la dhaman (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan suatu biaya).
Time value of money dalam kredit konvensional tidak begitu saja mengabaikan ketidakpastian return yang akan diterima. Bila kompensasinya sebagai discount rate. Dalam ekonomi Islam dibenarkan karena dua hal:[4]
1.      Jual beli dan sewa menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value added (nilai tambah ekonomis).
2.      Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.
Mengenai time value of money dan cost of capital tidak dapat dilepaskan oleh konsep diskonto. Konsep diskonto ini penting dalam analisis teori modal dan investasi misalnya digunakan dalam evaluasi proyek ataupun keputusan investasi. Konsep yang dikembangkan oleh Von Bhom-Bawerk menyebutkan bahwa positive time prefference merupakan  pola ekonomi yang normal, sistematis, dan rasional. Diskonto dalam positive time prefference ini biasanya didasarkan pada, atau paling tidak berhubungan dengan tingkat bunga (interest rate).[5]
Ekonom Islam menganggap penggunaan diskonto dilarang karena Islam tidak membolehkan riba. Namun dipihak lain ditemukan adanya praktik penjualan dalam bentuk bai’as-salam dan bai’mu’ajjal yang ternyata tidak dilarang dalam Islam. Sehubungan dengan itu, M. Akram Khan (1992) menolak konsep positive time prefference karena penerimaan konsep diskonto dapat mendorong legitimasi interest (bunga) dan membuka pintu belakang bagi masuknya kembali riba. Sedangkan argumen tentang efisiensi adalah ditentukan oleh faktor penentunya, misalnya: proses manajerial, sehingga faktor diskonto bukan merupakan penentu suatu efisiensi.[6]
C.    Kritik Atas Konsep Time Value Of Money
Setiap investasi selalu memopunyai peluang atau kemungkinan untuk mendapat hasil positif, negatif, atau impas. Itu sebabnya dalam teori keuangan, selalu dikenal hubungan antara Risk Return.
Dua alasan dari ekonomi konvensional terhadap teori time value of money, yaitu :
1.      Presence Of Inflation
2.      Preference present consumption to future consumption
Alasan pertama tidak dapat diterima karena tidak lengkap kondisinya. Dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan keadaan diflasi. Bila keberadaan inflasi menjadi alasan adanya time value of maney, maka seharusnya keberadaan deflasi juga harus menjadi alasannya adanya negative time value of maney. Dengan demikian, sema ini hanya ada satu kondisi saja (inflasi) yang diakomodasi oleh teori time value of maney, sedangkan keadaan deflasi diabaikan.
Alasan mengenai ketidakpastian return dalam usaha. Dalam ekonomi konvensional, penerapan time value of maney tidak senaif yang dibayangkan, misalnya dengan mengabaikan ketidakpastian terurn yang akan diterima. Bila unsur ketidakpastian return ini dimasukkan, ekonomi konvensional menyebut kompensasinya sebagai discount rate.
Dalam setiap investasi tentu selalu ada probabilitas untuk mandapat positive return, negatif return, dan non return.  Inilah yang menimbulkan ketidakpastian, probabilitas untuk mendapat negative return dan no return yang dipertukarkan dengan sesuatu yang pasti yaitu premium for uncertainly.[7]
D.    Konsep Economic Value Of Time (EVT)
Al quran mengakui pentingnya membuat catatan dan didukung lagi dengan kewajiban membayar zakat sejumlah tertentu yang haru disisihkan untuk 8 ashnaf. Al quran juga mengharamkan bunga yang selalu dianggap riba. Oleh karena itu ada hal yang harus dijelaskan tentang teori time value of money dalam kaitannya dengan masalah riba dalam pandangan islam, dan teori economic value of time yang dibenarkan menurut pandangan islam.
Tawney juga menyatakan bahwa pandangan semula yang melarang riba dala gereja kristen memberikan kesempatan pada yahudi diaspora untuk mengambil peranan usaha bank. Namun perkembangan berikutnya terhadap riba lebih kaku dan cenderung membagi masalahnya pada aspek dunia dan akhirat, dan memberi kesempatan bagi kristen untuk melaksanakan kegiatan simpan pinjam.
Landasan atau keadaan yang digunakan oleh economic konvensional yang ditolak dalam economic syariah yaitu keadaan alghunmu bi al ghurni (mendapat hasil tanpa memperhatikan suatu resiko) dan al kharaj bi la dhaman (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan suatu biaya). Sebenarnya teori ini juga ditolak oleh teori keuangan yaitu dengan menjelaskan adanya hubungan antara risk dan return.
Didalam Islam keuntungan bukan saja keuntungan didunia namun dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan buakn saja harus efektif dan efisien, namun juga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan didunia berarti keuntungan yang tidak diamalkan.
Keuntungan dalam konteks ekonomi adalah diperoleh setelah menjalankan akitivitas bisnis. Jadi barang siapa yang melakukan aktivitas bisnis secara efektif dan efisien, ia akan mendapat keuntungan.
Dalam ekonomi syariah, penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan harga baI’ mi’ajjal (membayar tangguh) dapat digunakan, hal ini dibenarkan karena :
1.      Jual beli dan sewa menyewa termasuk dalam sektor riil.
2.      Tertahanya hak si penjual yang telah melaksanakan kewajibaanya, sehingga dia tidak bisa melakukan kewajibanya kepada pihak lain
Transaksi bagi hasil berbeda dengan transaksi jual beli atau transaksi sewa menyewa, karena dalam transaksi bagi hasil hubungan bukan dari penjual dan pembeli atau penyewa dan yang menyewakan. Dalam transaksi bagi hasil yang ada adalah hubungan antara pemodal dengan yang memproduktifkan modal tersebut. Jadi tidak adsa pihak yang telah melaksanakan kewajibannya namun masih tertahan haknya.[8]
Aktivitas meminjamkan uang dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1.      Meminjamkan harta atau qiard (pinjaman).
2.      Meminjamkan harta dengan diberikan agunan oleh si peminjam atau rahn (gadai).
3.      Meminjamkan harta untuk mengambil alih pinjam dari pihak lain atau disebut hiwalah (pengalihan utang).
Aktifitas meminjamkan jasa dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1.      Meminjamkan jasa untuk saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain (wakalah)
2.      Memberikan jasa untuk pemeliharaan uang atau barang (wadi’ah)
3.      Memberikan jasa untuk melakukan sesuatu apabila terjadi sesuatu (kafalah)
Akad Tabarru’
            Adalah akad untuk mencari keuntungan akhirat karena bukan merupakan akad bisnis, akad tabbaru’ ini dapat digunakan untuk menjembatani atau memperlanca akad-akad  tijarah
Akad Tijarah
            Akad ini dilakukan untuk tujuan mencari keuntungan. Contohnya diantaranya adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa menyewa dan lain lain. Didalam menjalankan investasi, hasil dan keuntungan kadang dapat dipastikan dan kadang juga tidak dapat dipastikan. Akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :
1.      Natural Uncertanty Contract
2.      Natural Certanty Contract
Natural Certanty Contract atau kontrak yang memberikan hasil pasti adalah kontrak yang dilakukan oleh kedua belah pihak untuk saling mempertukarkan aset yang dimilikinya. Kontrak-kontrak ini secara sunatullah (by their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti. Jenis kontrak ini adalah kontrak-kontrak jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dan lain-lain, yakni sebagai berikut :
(1)   Akad jual beli (al-bai, salam, dan istishna’)
(2)   Akad sewa-menyewa (Ijarah dan ijarah muntahia bittamlik)
Natural uncertainty contract adalah kontrak yang terjadi jika pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama untuk mendapatkan keuntungan, contoh akad Natural Uncertainty Contract adalah :
(1)   Musyarakah, terdiri atas wujuh, ‘inan, abdan, muwafadhah, mudharabah.
(2)   Muzara’ah.
(3)   Musaqah.
(4)   Mukhabarah [9]
Dalam akad-akad di atas pihak-pihak yang bertransaksi saling mempertukarkan asetnya (baik real assets maupun financial assets). Jadi masing-masing pihak berdiri sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru), sehingga tidak adaa pertanggungan resiko bersama.
Economic value of time pada teori percampuran
Natural uncertainty contracts/teori percampuran adalah kontrak dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Tingkat return-nya bisa positif, negative maupun nol.
Kontrak-kontrak investasi ini secara sunatullah tidak menawarkan :
1.      Return yang tetap dan pasti
2.      Sifatnya  tidak fixed dan predetermined.
Dalam kontrak jenis ini, pihak pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntugan. Dalam kontrak demikian ini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama.
Ada beberapa asumsi yang digunakan dalam memformulasikan konsep EVT (economic value of time) yaitu :
1.      Harta harus berputar tidak boleh diam (idle)
2.      Semakin sering berputar maka harta akan berkembang.
3.      Masa depan tidak pasti hasilnya, dalam bisnis dapat menghasilkan keuntungan, kerugian atau impas.
4.      Return bsnis atau usaha masa depan dapat diproyeksikan
5.      Hasil actual tidak selamanya sama dengan hasil yang diproyeksikan.[10]
Berdasarkan hal diatas, maka dalam mekanisme investasi menurut islam persoalan nilai waktu uang yang diformulasikan dalam bentuk bunga adalah titik dapat diterima. Formula untuk menghimpun perkembangan harta yang diinvestasikan secara syariah adalah sebagai berikut:

Harta Masa Depan (Hmd)      = Modal Sekarang (Ms)+Pendapatan Investasi (Pi)
Atau
Hmd = Ms+Pi, dimana:
Penapatan investasi (pi)              = Modal Sekarang (Ms) * Velocity Model (V) * Nisbah (Q) * Return Investasi (R)
Atau
Pi  = Ms.V.(QR)
Jadi :
Hmd = Ms + (Ms.V.Q.R)
Keterangan :
·         Hmd (harta masa depan) adalah harta yang berkembang karena adanya aktivitas ekonomi pada periode tertentu.
·         Pi (pendapatan investasi) adalah pendapatan yag diperoleh oleh pemilik modal dalam melakukan kontrak bagi hasil.
·         Ms (modal sekarang) adalah sejumlah uang tertentu yang ditempat kan dibank dengan akad mudharabah atau yang dibayarkan dengan akad mudharabah/musyarakah. [11]
·         v (velocity of capital/tingkat perputaraan atau pemanfaatan modal/harta) adalah tingkat aktivitas pemilik dana dalam memutar dana dalam periode satu taun. Velocity of money dapat dihitung dengan pendekatan cash to cash, yaitu dengan rumus : jumlah hari dalam satu tahun (360) dibgai oleh lama persediaan (Day Inventories) ditambah lama piutang (Day Receivable) dan dikurangi lama uang dagang (Day Payable)
·         Q (nisbah bagi hasil) adalah rasio presentase yang dibuat dan disepakati para pihak yang melakukan kontrak bagi hasil. Nisbah pemilik dana dapat dihitung dengan rumus : keuntungan yang diharapkan dibagi keuntungan actual dikali 100% (Expected return bisnis/actual return bisnis x 100%). Misalnya : pemilik modal 40% dan pelaksana usaha 60%.
·         R (Return Business) adalah keuntungan yang terjadi pada sector bisnis tertentu.
Oleh karena itu jika teori time value of money tidak boleh diterapkan dalamekonomi syariah, maka formula diatas dapat digunakan. Sebab ekonomi syariah adalah ekonomi yang berbasis bagi hasil. Dalam ekonomi bagi hasil, maka yang digunakan untuk mekanisme ekonoinya adalah nisbah bagi hasil dan return usaha yang terjadi secara rill.
Economic Value Of Time Pada Teori Pertukaran
natural certainty contracts/ teori pertukaran adalah kontrak dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu. Dalam bentuk ini;
1.      Cash flow nya pasti atau sudah disepakati di awal kontrak.
2.      Objek pertukarannya jugapasti secara jumlah, mutu, waktu, maupun harganya.
Penentuan harga jual di dalam islam, tidak ada ketentuan bukunya. Namun berdasarkan ijtihadi dapat dirujuk bahwa fatwa DSN-MUI NO.04/DSN-MUI/IV/2000, yang menyatakan :
1.      HARGA BELI, dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan (Ps 1:6)[12]
2.      HARGA JUAL, BANK kemudian menjual barang tersebut kepada NASABAH (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya(Ps 1:6)
Dengan demikian jelas,bahwa harga jual murabahah yang berlaku dibank syariah dapat dirujukan pada fatwa No. 16/IX/2000. Penggunaan penentuan harga jual beli tersebut selanjutnya dapat dijelaskan dengan melakukan analisis syariah sebagai berikut : presentase keuntungan tidak boleh berjalan mengikuti waktu. Namun, biaya dapat berjalan mengikuti waktu. Oleh karena itu rumus harga jual murabahah sebagai berikut :
Harga jual bank        = harga beli bank + (waktu*cost recovery) + %keuntungan
Symbol formulasinya :
                        Hjb        = HBb  + (t * CR) + k
Dimana,
Hjb         : Harga Jual Bank
Hbb      : Harga Beli Bank
t           : Waktu
CR       : Cost Recovery
k          : Margin keuntungan yang inginkan
Dengan penjalasan :
·         Harga jual beli adalah harga yang disepakati antara penjual (bank) dengan pembeli (nasabah).
·         Harga beli adalah harga perolehan atau nilai pasar yang didapat bank saat membeli produk tertentu, seperti mobil, motor, dan sebagainya
·         Waktu adalah periode waktu yang digunakan untuk peneyelesaian pembiayaan, misalnya pembiayaan 1 tahun 2 tahun dan seterusnya.[13]
·         Cost recovery adalah nilai biaya yang dikeluarkan bank untuk menyelesaikan pembiayaan.
·         Margin keuntungan adalah presentase keuntungan yang diinginkan oleh penjual (bank) pada saat menjual produk tertentu kepada pembeli (nasabah).
Uang Muka, Diskon, Dan Harga Jual
Harga jual murabahah dibank syariah akan bisa berubah untuk satu calon nasabah dengan calon nasbah yang lainya. Perubahan harga tersebut dapat dipegaruhi oleh :
1.      Uang muka (urbun) yang dibayarkan oleh calon nasabah saat pemesanaan
2.      Diskon yang diberikan oleh supplier kepada bank syariah
Ditegaskan didalam fatwa DSN-MUI No.16/IX/2000, menyatakan kaitanya dengan masalah uang muka dalam jual-beli,bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanaan. (Ps. 2:4)
Berdasarkan landasan diatas maka harga jual beli dalam bank syariah akan mengalami perubahan yaitu harga yang harus dipartisipasikan oleh pihak bank. Tidak ada ketentuan tentang besarnya uang muka yang harus disertakan oleh calon nasabah. Maka:[14]
Harga jual bank = (harga beli bank – uang muka nasabah) + (waktu *cost recovery) + %keuntungan
Atau
Hjb = (HBb – UMn) + (t *CR) + k
Dimana :
Hjb        = harga jual beli
HBb     = harga beli
UMn    = uang muka nasabah (urbun)
t           = waktu
CR       = cost recovery
k          = margin keuntungan yang diinginkan
Jika dalam jual beli murabahah bank syariah mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon. Oleh karena itu diskon adalah hak nasabah (Ps1:3, fatwa No. 16/2000). Maka harga jual murabahah adalah:
HJb  =(HBb – D –UMn) + (t * CR) + k
Dimana :
HJb      =  harga jual beli
HBb     = harga beli
UMn    = uang muka nasabah (urbun)
D         = diskon dari supplier
t           = waktu
CR       = cost recovery
k          = margin keuntungan yang diinginkan
Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad. (Ps 1:4, fatwa No.16/2000), maka harga jual murabahah :[15]
HJb  ={(HBb – UMn) + (t * CR) + k}
Dimana :
Hjb        = harga jual beli
HBb     = harga beli
UMn    = uang muka nasabah (urbun)
t           = waktu
CR       = cost recovery
k          = margin keuntungan yang diinginkan
Apabila diskon diberikan setelah akad atau realisasi pembiayaan, maka pembagian diskon tidak ada kaitanya dengan harga jual beli. Sehingga pembiayaan diskonnya dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama. Misalnya: bank mendapatkan 50% dan nasabah 50% dari diskon yang diberikan oleh dealer atau penjual, maka :[16]
Diskon untuk Bank (Db) = 50% X nominal diskon (ND)
Diskon untuk nasabah (Dn) = 50% X nominal diskon (ND)

















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep time value of money dilatarbelakangi oleh adanya anggapan hilangnya pemilik modal akan biaya kesempatan (opportunity cost), pada saat ia meminjamkan uang kepada pihak lain, sehingga pemilik modal membebankan nilai presentase tertentu sebagai kompensasinya kepada peminjam. Anggapan kalau uang dipinjamkan akan mengalami hilangnya biaya kesempatan dapat disanggah, sebab uang yang tidak dipinjamkan dan kemudian diinvestasikan, tidak selamanya investasi dapat dipastikan memberikan keuntungan kepada pelaku investasi. Kalaupun mendapatkan keuntungan, tidak selamanya keuntungan investasi sama jumlahnya dari waktu kewaktu. Dalam investasi akan mengalami kemungkinan hasil: untung, rugi dan impas.
Pandangan islam tentang waktu, bahwa waktu bagi semua orang sama kuantitasanya, yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalm sepekan. Nilai waktu antara satu orang dengan yang lainnya, akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi faktor yang menentukan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (tepat guna) dan efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan didunia bagi siapa saja yang melaksanakannya. Oleh karena itu siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama, dan ras, secara sunnatullah, ia akan mendapatkan keuntungan didunia.

B.       Saran
Kami sebagai penulis menyadari makalah yang telah kami susun masih jauh dari keta sempurna. Maka dari itu kritik serta saran dari pembaca sangat kami butuhkan untuk melengkapi makalah yang telah kami susun.


DAFTAR PUSTAKA
Muhammad. 2014. MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH Analisis Fiqh dan    Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN



[1] Muhamad, MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH Analisis Fiqh dan Keuangan, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014. hlm. 156
[2] Ibid, hlm. 157
[3] Ibid, hlm. 158
[4] Ibid, hlm. 159
[5] Ibid, hlm. 160
[6] Ibid, hlm. 161
[7] Ibid, hlm. 162
[8] Ibid, hlm. 164
[9] Ibid, hlm. 167
[10] Ibid, hlm. 168
[11] Ibid, hlm. 169
[12] Ibid, hlm. 169
[13] Ibid, hlm. 170
[14] Ibid, hlm. 171
[15] Ibid, hlm. 172
[16] Ibid, hlm. 172