Rabu, 21 September 2016

KONFLIK



PERAN PEMUDA DALAM PENCEGAHAN KONFLIK ANTAR SUKU/ PELAJAR/ MAHASISWA




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Menurut sebagian orang konflik merupakan sesuatu yang buruk, berdampak negatif dan harus dihindari. Konflik dapat terjadi karena perbedaan – perbedaan. Apalagi melihat latar belakang Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya, agama mengakibatkan mudahnya terjadi konflik.
Terkadang konflik tidak dapat dihindarkan dari kehidupan bermasyarakat. Namun, tidak selalu konflik menimbulkan dampak negatif, dengan pengelolaan yang baik. Dalam menangani konflik diperlukan kesabaran, keterbukaan, serta kesadaran dari semua pihak yang terlibat konflik tersebut.
Oleh karena itu, makalah ini akan menjelaskan secara rinci bagaimana peran kita sebagai pemuda dalam mencegah dan menangani konflik-konflik tersebut.












B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu :
1.      Apa pengertian konflik ?
2.      Apa penyebab konflik?
3.      Bagaimana cara menangani konflik?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian konflik.
2.      Untuk mengetahui penyebab konflik.
3.      Untuk mengetahui bagaimana cara menangani konflik.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KONFLIK
Konflik berasal dari bahasa Latin Configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atu membuatnya tidak berdaya.
Ada beberapa pengertian konflik menurut para ahli, yaitu :
a.       Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977)
Konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidak setujuan, kontroversi dan pertentangan diantara dua pihak secara berterusan.
b.      Menurut Gibson, et al (1977:437)
Hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerjasama satu sama lain.
c.       Menurut Robbin (1996)
Keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik didalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mempersepsikan bahwa didalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
d.      Menurut Minnery (1985)
Konflik organisasi merupakan interaksi dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
e.       Menurut Muchlas (1999)
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi. Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stress.
f.       Menurut Robbins (1993)
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris, terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif.
g.      Menurut Pace & Faules (1994)
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diingat, dan dialami.
h.      Menurut Folger & Pole (1984)
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku – perilaku komunikasi.
i.        Menurut Myers, Kreps & Stewart
Konflikberpusat pada beberapa  penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat.
j.        Menurut Devito (1995)
Interaksi yang disebut komunikaasi antar individu yang stau dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.
k.      Menurut M.Z Lawang
Konflik adalah perjuangan memperoleh status, nilai, kekuasaan, dimana tujuan mereka yang berkonflik hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan saingannya.

l.        Menurut Ariono Suyono
Konflik adalah proses atau keadaan dimana dua pihak berusaha menggagalkan tercapainya tujuan masing – masing disebabkan adanya perbedaan pendapat, nilai – nilai ataupun tuntutan dari masing – masing pihak.
m.    Menurut James W. Vander Zanden
Konflik diartikan sebagai suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status, atauwilayah tempat yang saling berhadapan, bertujuan untuk menetralkan, merugikan ataupun menyisihkan lawan mereka.
n.      Menurut Soerjono Soekanto
Konflik merupakan proses sosial dimana         perorang atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan disertai ancaman atau kekerasan.

















B.     TEORI KONFLIK
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai – nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi – kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu :
a.       Teori Konflik Lewis A. Coser
Menurut Coser, konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Coser juga melihat konflik dari dua bagian, yaitu :
1.      Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan – tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan.
2.      Konflik Non-Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan – tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak.
b.      Teori Konflik Karl Marx
Teori konflik Karl Marx didasarkan pada pemilikan sarana – sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangan. Marx menunjukkan bahwa dalam masyarakat , pada abad ke-19 di Eropa dimana ia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal dan kelas pekerja miskin. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum pemilik modal melakukan eksploitasi terhadap kaum pekerja miskin dalam proses produksi.
c.       Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana – sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad ke-19. Bentuk penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi di masyarakat industri semenjak abad ke-19, diantaranya :
1.      Dekomposisi modal. Timbulnya korporasi – korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol penuh.
2.      Dekomposisi tenaga kerja. Di abad spesialisasi sekarang ini manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai – pegawai untuk memimpin perusahaannya agar berkembang dengan baik.
3.      Timbulnya kelas menengah baru. Pada akhir abad ke-19, lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, dimana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa berada dibawah.
Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Kemudian dimodifikasi berdasarkan perkembangan yang terjadi akhir – akhir ini.











C.    JENIS - JENIS KONFLIK
Menurut Baden Eunson, terdapat beragam jenis konflik berdasarkan posisi seseorang dalam struktur organisasi :
1.      Konflik vertikal, yang terjadi antara tingkat hirarki, seperti antara manajemen puncak dan manajemen menengah, manajemen menengah dan penyelia, serta penyelia dan subordinasi. Bentuk konflik bisa berupa bagaimana bisa mengalokasi sumber daya secara optimum, mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi, manajemen kompensasi dan karir.
2.      Konflik horizontal, yang terjadi diantara orang – orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang sama di dalam perusahaan.
3.      Konflik diantara staf lini, yang terjadi diantara orang – orang yang memiliki tugas berbeda.
4.      Konflik peran, berupa kesalah pahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang.
Stoner membagi konflik berdasarkan pihak yang terlibat di dalamnya, antara lain :
1.      Konflik dalam diri individu
Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
2.      Konflik antar individu
Terjadi karena perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3.      Konflik antara individu dan kelompok
Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma- norma kelompok tempat ia bekerja.
4.      Konflik antar kelompok dalam organisasi
Konflik ini terjadi karena masing – masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing – masing berupaya untuk mencapainya.
5.      Konflik antar organisasi
Konflik ini terjadi jika tindakan yang diakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya.
Robbins membagi konflik menjadi dua macam berdasarkan dari fungsinya, yaitu :
1.      Konflik fungsional
Yaitu konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok dan memprbaiki kinerja kelompok.
2.      Konflik disfungsional
Yaitu konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Konflik lain yang ada didalam masyarakat yaitu :
1.      Konflik Rasial
Konflik rasial adalah pertentangan kelompok ras yang berbeda karena kepentingan dan kebudayaan yang saling bertabrakan. Konflik rasial umumnya terjadi karena salah satu ras merasa sebagai golongan yang paling unggul dan paling sempurna diantara ras lainnya.
2.      Konflik Politik
Konflik politik merupakan konflik yang menyangkut golongan – golongan dalam masyarakat maupun diantara negara – negara yang berdaulat.
3.      Konflik Antar Kelas Sosial
Konflik antar kelas sosial merupakan pertentangan antara dua kelas sosial. Konflik itu terjadi umumnya dipicu oleh perbedaan kepentingan antara kedua golongan tersebut.
4.      Konflik Internasional
Konflik internasional yaitu pertentangan yang melibatkan beberapa kelompok negara, karena perbedaan kepentingan. Banyak kasus terjadinya konflik internasional sebenarnya bermula dari konflik dua negara karena masalah politik dan ekonomi. Konflik berkembang menjadi konflik internasional karena masing – masing pihak mencari kawan atau sekutu yang memiliki kesamaan visi atau tujuan terhadap masalah yang dipertentangkan.
5.      Konflik Antar Kelompok
Konflik antar kelompok terjadi karena persaingan dalam mendapatkan mata pencaharian hidup yang sama atau karena pemaksaan unsur – unsur budaya asing. Selain itu, karena ada pemaksaan agama, dominasi politik, atau adanya konflik tradisional yang terpendam.
6.      Konflik Antar Generasi
Konflik antar generasi adalah konflik yang terjadi karena adanya mobilitas sosial yang menyebabkan pergeseran hubungan antara generasi satu dengan generasi lain. Dengan demikian, terjadilah suatu permasalahan, yang satu ingin mempertahankan nilai yang sama, sedangkan yang lain ingin mengubahnya.
7.      Konflik Antar Penganut Agama
Dengan dijiwai toleransi dan saling menghormati, kehidupan beragama di Indonesia dapat dikatakan rukun. Meskipun demikian, dalam hubungan antar penganut agama, mungkin saja timbul kesalahpahaman karena sikap prasangka negatif dari penganut agama yang satu terhadap yang lain.












D.    DAMPAK – DAMPAK KONFLIK
1.      Dampak Positif
a.       Dapat meningkatkan rasa solidaritas antara sesama anggota kelompok.
b.      Dapat menciptakan integrasi yang harmonis.
c.       Dapat memperkuat identitas pihak yang berkonflik.
d.      Dapat menciptakan kelompok baru.
e.       Dapat membuka wawasan.
f.       Dapat memperjelas berbagai aspek kehidupan yang belum tuntas.
g.      Dapat mengurangi rasa ketergantungan terhadap individu atau kelompok.
h.      Dapat memunculkan kompromi baru.
i.        Munculnya pribadi yang kuat dan tahan uji menghadapi berbagai situasi konflik.
j.        Membantu menghidupkan kembali norma – norma lama dan menciptakan norma – norma baru.

2.      Dampak Negatif
a.       Rusaknya fasilitas umum
b.      Terjadi perubahan kepribadian
c.       Dapat menimbulkan keretakan hubungan antara individu dan kelompok
d.      Menyebabkan jatuhnya korban jiwa








E.     PENYEBAB KONFLIK
1.      Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
2.      Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi – pribadi yang berbeda.
3.      Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
4.      Perubahan – perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
5.      Batasan pekerjaan yang tidak jelas.
6.      Hambatan komunikasi.
7.      Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal.
8.      Perbedaan status.
9.      Harapan yang tidak terwujud.
10.  Berbagai sumber daya yang langka.
11.  Perbedaan tujuan.
12.  Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan.











F.     PROSES TERJADINYA KONFLIK
1.      Tahap I : Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan
Langkah pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk kemunculan konflik. Kondisi itu tidak selalu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu agar konflik muncul. Untuk menyederhanakan, kondisi ini telah dipadatkan kedalam kategori umum, yaitu :
a.       Komunikasi
Potensi konflik meningkat bila terdapat terlalu sedikit atau terlalu banyak komunikasi atau informasi. Saluran yang dipilih untuk berkomunikasi dapat berpengaruh merangsang oposisi. Proses penyaringan yang terjadi ketika informasi disampaikan para anggota dan penyimpangan komunikasi dari saluran formal atau yang sudah ditetapkan sebelumnya, menawarkan potensi kesempatan bgi timbulnya konflik.
b.      Struktur
Istilah struktur mencakup variabel seperti ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan ke anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota/ sasaran, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar kelompok. Ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai kekuatan untuk merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatannya, semakin besar kemungkinan terjadi konflik. Masa kerja dan konflik berbanding terbalik. Potensi konflik paling besar terjadi pada anggota kelompok yang lebih muda dan ketika tingkat pengunduran diri tinggi. Ambiguitas jurisdiksi meningkatkan perselisihan antar kelompok untuk mendapatkan kendali atas sumber daya dan teritori.



c.       Variabel Pribadi
Kategori terakhir potensi sumber konflik adalah faktor – faktor pribadi. Faktor pribadi ini mencakup sistem nilai individu setiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan idiosinkrasi dan perbedaan individu. Variabel yang paling terabaikan dalam penelitian konflik sosial adalah pebedaan sistem nilai dimana merupakan sumber yang paling penting yang dapat menciptakan potensi konflik
2.      Tahap II : Kognisi dan Personalisasi
Konsep yang dipersepsikan merupakan kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya kondisi yang menciptakan peluang terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsikan tidak berarti konflik itu dipersonalisasikan. Konflik yang dirasakan, apabila individu – individu menjadi terlibat secara emosional dalam saat konflik, sehingga pihak – pihak mengalami kecemasan, ketegangan, frustasi atau kekerasan.
3.      Tahap III : Maksud
Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu. Maksud penanganan konflik :
a.       Persaingan
Merupakan keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak memperdulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut.
b.      Kolaborasi
Merupakan situasi yang di dalamnya pihak – pihak yang berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak.
c.       Penghindaran
Merupakan keinginan menarik diri dari atau menekan konflik.


d.      Akomodasi
Merupakan kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing di atas kepentingan sendiri.
e.       Kompromi
Merupakan satu situasi yang di dalamnya masing – masing pihak yang berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu.
4.      Tahap IV : Perilaku
Tahap perikalu mencakup :
a.       Pernyataan
b.      Tindakan
c.       Reaksi yang dibuat oleh pihak – pihak yang berkonflik.
Manajemen konflik
Yaitu penggunaan teknik – teknik resolusi dan stimulasi untuk meraih level konflik yang diinginkan.
      Teknik manajemen konflik
a.       Teknik pemecahan konflik :
Pemecahan masalah
Sasaran atasan
Perluasan sumberdaya
Penghindaran
Penghalusan
Kompromi
Komando otoritatif
Mengubah variabel manusia
Mengubah variabel struktur
b.      Teknik perangsangan konflik :
Komunikasi
Memasukkan orang luar
Restrukturisasi organisasi
Mengangkat oposisi
5.      Tahap V : Hasil
Hasil berupa jalinan aksi – reaksi antara pihak – pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi.
a.       Hasil fungsional
Konflik bersifat konstruktif apabila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreatifitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan anggota kelompok, menjadi saluran yang merupakan, sarana penyampaian masalah dan perbedaan ketegangan, dan memupuk lingkungan evaluasi diri serta perubahan.
b.      Hasil disfungsional
Konsekuensi destruktif konflik pada kinerja kelompok atau organisasi umumnya sangat dikenal. Oposisi yang tidak terkendali memunculkan ketidakpuasan, yang bertindak menghilangkan ikatan bersama, dan pada akhirnya mendorong ke penghancuran kelompok itu. Konflik dari ragam disfungsional dapat mengurangi efektifitas kelompok.













G.    METODE PENYELESAIAN KONFLIK
1.      Dominasi atau kekerasan yang bersifat penekanan otokratik.
Ketaatan harus dilakukan oleh pihak yang kalah pada otoritas yang lebih tinggi atau kekuatan yang lebih besar.
2.      Meredakan atau menenangkan.
Metode ini lebih terasa diplomatis dalam upaya menekan dan meminimalkan ketidaksepahaman.
3.      Pemisahan
Pihak – pihak yang berkonflik dipisah sampai menemukan solusi ataas masalah yang terjadi.
4.      Arbitrasi
Adanya peran orang ketiga sebagai penengah untuk penyelesaian masalah.
5.      Kembali ke aturan yang berlaku saat tidak ditemukan titik temu antara kedua pihak yang bermasalah.
6.      Konsensus
Sengaja dipertemukan untuk mencapai solusi terbaik, bukan hanya menyelesaikan masalah dengan cepat.
7.      Konfrontasi
Tiap pihak mengemukakan pandangan masing – masing secara langsung dan terbuka.
8.      Penentu Tujuan
Menentukan tujuan akhir kedepan yang lebih tinggi dengan kesepakatan bersama.
9.      Gencatan Senjata
Penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu.
10.  Mediasi
Penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat.
11.  Konsiliasi
Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak – pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama.
12.  Stalemate
Keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak salin menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju  atau mundur.
13.  Ajudikasi
Penyelesaian perkara di pengadilan.
14.  Eliminasi
Pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik
15.  Majority Rule
Suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
16.  Minority Consent
Kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.

 










H.    PERAN PEMUDA DALAM MENCEGAH KONFLIK
Pemuda memiliki tantangan yang semakin rumit dan kompleks, sebab begitu banyak segi kehidupan bermasyarakat yang perlu ditransformasikan untuk mengatasi ancaman disintegrasi bagi bangsa kita. Konflik yang terjaadi pun semakin rumit. Hampir diseluruh daerah di Indonesia, beberapa kelompok, baik agama, maupun budaya, terus mengalami konflik yang akhirnya justru menelan korban jiwa bagi anggota kelompok mereka sendiri.
Konflik yang ada diselesaikan dengan jalan kerusuhan dan demonstrasi anarkis dimana – mana. Hal tersebut nyatanya tidak menyelesaikan masalah, yang ada justru menimbulkan masalah yang baru. Terkadang malah demonstrasi tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan, malah menindas kaum lain yang memiliki kepentingan. Maka jelaslah disini bahwa kekerasan, kerusuhan, dan demonstrasi anarkis bukan jalan yang tepat dalam menyelesaikan konflik yang ada.
Langkah terbaik yang perlu dilakukan ialah dengan membentuk kekuatan yang sinergis dari para pemuda pada umumnya, dan mahasiswa pada khususnya. Pemuda adalah kekuatan yang pertama dan utama dalam hal memperjuangkan nasib bangsa. Kita tentu mengingat perjuangan para pemuda dalam rentang waktu 1908 hingga 1945, dimana tujuan yang dimiliki adalah satu, Kemerdekaan Indonesia.
Semangat untuk senantiasa memperbaiki kualitas diri ini sejalan dengan perlunya menyiapkan diri menghadapi tantangan masa depan yang kian kompetitif. Sebagai pemuda kita dapat melakukan hal – hal berikut untuk memacu diri agar terbina persatuan dan kesatuan :
1.      Berorientasi ke depan dan memiliki perspektif kemajuan.
2.      Bersikap realistis, menghargai waktu, konsisten dan sistematik dalam bekerja.
3.      Bersedia terus belajar untuk menghadapi lingkungan yang selalu berubah.
4.      Selalu membuat perencanaan.
5.      Memiliki keyakinan, segala tindakan pasti ada konsekuensi.
6.      Menyadari dan menghargai harkat dan pendapat orang lain.
7.      Rasional dan percaya kepada kemampuan iptek.
8.      Menjunjung tinggi keadilan.
9.      Berorientaasi kepada produktivitas dan efisiensi.

Sebagai pemuda yang mempunyai wawasan mengenai manajemen konfllik, dalam memecahkan suatu konflik kita harus :
1.      Bersikap proaktif
Setiap anggota tim harus turut aktif dalam menyelesaikan konflik secara proaktif.
2.      Komunikasi
Komunikasi yang lancar dapat menghindari diri dari kesalahpahaman sehingga lebih mudah dalam menyelesaikan konflik yang timbul.
3.      Keterbukaan
Setiap anggota harus terbuka supaya konflik tidak berlarut larut dan dapat diselesaikan dengan baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi dapat ditangani sehingga menjadi konflik yang fungsional.
4.      Tahu akar masalah
Anggota tim harus dapat mencari tahu sumber atau penyebab konflik, supaya kita tahu cara menyelesaikan konflik tersebut.
5.      Bersikap fleksibel
Anggota tim harus bersikap fleksibel, sehingga selalu ada jalan untuk memecahkan konflik yang terjadi
6.      Harus adil
Kita tidak boleh memihak pada salah satu pihak yang terlibat konflik, apalagi memperkeruh suasana.


7.      Bersekutu
Untuk menyelesaikan konflik kita harus mempunyai sikap bersekutu, sehingga tidak ada pihak – pihak yang merasa dirugikan. Berpikirlah menang – menang dan jangan hanya mau menang sendiri.



I.       CONTOH KONFLIK SOSIAL DI INDONESIA
No.
Peristiwa
Waktu
Sebab-sebab

1.
Kerusuhan Abepura
20 Maret 1996
Ketersinggungan etnis, agama, dan hubungan rasial
2.
Kerusuhan Makasar
24 April 1996
Ekonomi
3.
Insiden 27 Juli di Jalan Diponogoro Jakarta
27 Juli 1996
Politik
4.
Peristiwa, Situbondo, Jawa Timur
10 Oktober 1996
Persoalan ketersinggungan etnis, agama, dan hubungan rasial
5.
Kerusuhan Tasikmalaya
26 Desember 1996
Persoalan ketersinggungan etnis, agama, dan hubungan rasial
6.
Kerusuhan Sanggau Ledo
29 Desember 1996 – 2 Januari 1997
Persoalan ketersinggungan etnis, agama, dan hubungan rasial
7.
Kerusuhan Banjarmasin
23 Mei 1997
Politik
8.
Tragedi Trisakti
13-15 Mei 1998
Politik

9.
Kerusuhan Poso
25-28 Desember 1998
Persoalan ketersinggungan etnis, agama, dan hubungan rasial
10.
Kerusuhan Ambon II
19-25 Maret 1999 - Juli 2000
Persoalan ketersinggungan etnis, agama, dan hubungan rasial











BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Konflik merupakan bentuk interaksi sosial yang terkadang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari beberapa pendapat para ahli yang telah dipaparkan, konflik dapat diartikan pertentangan dimana para pelaku konflik saling menghancurkan.
Ada berbagai penyebab yang melatar belakangi terjadinya konflik, seperti perbedaan tujuan, perbedaaan perasaan, hambatan komunikasi dan lain sebagainya. Konflik – konflik ini bisa menimbulkan dampak negatif yaitu retaknya hubungan antara individu, rusaknya fasilitas umum, hingga jatuhnya korban jiwa. Namun, tak hanya menimbulkan dampak negatif, konflik juga dapat menimbulkan dampak positif, meningkatkan rasa solidaritas, membuka wawasan, menciptakan pribadi yang kuat, menghidupkan norma – norma lama dan menciptakan norma – norma baru.
Dalam menghadapi konflik, kita harus bersikap proaktif, komunikatif, terbuka, mengetahui akar masalah, bersikap fleksibel, adil dalam memutuskan masalah, dan bersekutu.

B.     SARAN
Penulis berharap sebagai pemuda yang cerdas, kita harus bisa memecahkan konflik dengan bijaksana sesuai dengan porsi konflik itu sendiri. Kita sebagai pemuda yang mengetahui manajemen konflik dapat mengelola konflik tersebut dengan baik agar konflik bisa berdampak positif dalam suatu masyarakat.








DAFTAR PUSTAKA


Aditya, Zaka Firma. 2013. Teori Konflik Dari Beberapa Ahli. https://zakaaditya.blogspot.in/2013/09/teori-konflik-dari-beberapa-ahli.html?m=1. Diakses:17 Desember 2014.
Alfiah, Vivi. 2012. Makalah Sosiologi “Konflik”. https://viviealfiahzone.blogspot.in/2012/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1. Diakses:17 Desember 2014.
Anak UI. 2010. Tantangan Pemuda Untuk Mengelola Konflik Dalam Sistem Demokrasi Liberal. http://www.anakui.com/2010/12/07/tantangan-pemuda-untuk-mengelola-konflik-dalam-sistem-demokrasi-liberal/. Diakses:21 Desember 2014.
Aryuni, Mira. 2013. Upaya Mengatasi Konflik Di Massyarakat Dalam Meningkatkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa. https://miraaryuni15.blogspot.in/2013/10/upaya-mengatasi-konflik-dimasyarakat-.html?m=1. Diakses:21 Desember 2014.
Darussalam, Yuan. 2013. Makalah Konflik. https://yuandarussalam.blogspot.in/2013/10/makalah-konflik.html?m=1. Diakses:18 Desember 2014.
DPC Forum Komunikasi Mahasiswa Balaraja. 2013. Mengelola Konflik Organisasi. https://m.facebook.com/permalink.php?story_fbid=309723252502025&id=213291262145225. Diakses:18 Desember 2014.
GPKN. 2014. Manajemen Konflik Dalam Organisasi.www.gpkn.or.id/2014/03/manajemen-konflik-dalam-organisasi.html?m=1. Diakses:18 Desember 2014.
Maftuhin. 2013. Makalah Tentang Manajemen Konflik. https://ahmaftuhin.wordpress.com/2013/11/24/makalah-tentang-manajemen -konflik/. Diakses:18 Desember 2014.
Nurhidayat, Arham. 2013. Konflik Sosial. https://makalah.blogspot.in/2013/05/konflik-sosial.html?m=1. Diakses:18 Desember 2014.
Peribahasa Indonesia. 2013. Cara – cara Penyelesaian Konflik Dalam Kelompok. www.peribahasaindonesia.com/cara-cara-penyelesaian-konflik-dalam-kelompok/. Diakses:20 Desember 2014.
Sidik, Khusnul. 2013. Dampak Konflik Sosial. https://zonangelmu.blogspot.in/2013/01/dampak-konflik-sosial.html?m=1. Diakses:18 Desember 2014.
Wikipedia. 2014. Konflik.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konflik. Diakses:17 Desember 2014.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar