Rabu, 21 September 2016

AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH




AKUNTANSI WADIAH



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
            Setelah dikeluarkannya fatwa bahwa bunga bank itu haram oleh MUI, kaum muslimin yang terbiasa bertransaksi dan menyimpan dananya di bank konvensional menjadi resah dan mencari solusi yang aman. Sehingga kini banyak bermunculan BUS atau UUS. Keunggulan bank syariah dibanding bank konvensional adalah sistem bagi hasilnya yang halal karena tidak mengandung unsur riba. Selain itu bank syariah juga menawarkan produk- produk yang tidak kalah dengan produk-produk yang ada di bank konvensional yang tentunya dikemas dengan prinsip syariah.Bank syariah mempunyai produk pendanaan yang beragam. Tidak hanya dengan prinsip mudharabah (bagi hasil), bank syariah juga menawarkan produk pendanaan dengan prinsip wadiah (titipan). Al-wadiah merupakan salah satu akad yang digunakan oleh bank syariah untuk produk penghimpunan dana pihak ketiga.  Al-wadiah merupakan prinsip simpanan murni dari pihak yang menyimpan atau menitipkan kepada pihak yang menerima titipan untuk di manfaatkan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan. Titipan harus dijaga dan dipelihara oleh pihak yang menerima titipan, dan titipan ini dapat diambil sewaktu-waktu pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menitipkannya. Dalam akad al-wadiah, bank syariah dapat menawarkan dua produk perbankan yang telah dikenal oleh masyarakat luas yaitu giro dan tabungan.
Prinsip wadiah juga menguntungkan bank karena bonus yang diberikan kepada nasabah tidak ditentukan di awal, melainkan sesuai dengan kebijakan bank.Jika dalam keadaan kepepet pun bank tidak diwajibkan untuk member bonus. Karena bonus hukumnya boleh bukan wajib. Permasalahannya saat ini adalah tidak semua bank syariah menerapkan prinsip wadiah dengan semestinya, sehingga tetap melimpahkan biaya administrasi pada nasabah, padahal bonus yang diberikan sesuai dengan kebijakan bank.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Akad Pola Titipan (Wadi’ah)
Akad berpola titipan (wadi’ah) ada dua, yaitu Wadi’ah yad Amanah dan Wadi’ah yad Dhamanah. Pada awalnya, wadi’ah muncul dalam bentuk yad al-amanah ‘tangan amanah’ yang kemudian dalam perkembangannya memunculkan yadh-dhamanah ‘tangan penanggung’. Akad wadi’ah yad Dhamanah ini akhirnya banyak dipergunakan dalam aplikasi perbankan syariah dalam produk – produk pendanaan. Secara umum Wadi’ah adalah titipan murni dari pihak penitip (muwaddi’) yang mempunyai barang atau asset kepada pihak penyimpan (mustawda’) yang diberi amanah atau kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan, dan keutuhannya dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki.
1.    Titipan Wadi’ah yad Amanah
Barang atau asset yang dititipkan adalah sesuatu yang berharga yang dapat berupa uang, barang, dokumen, surat berharga atau barang berharga lainnya. Dalam konteks ini, pada dasarnya pihak penyimpan (custodian) sebagai penerima kepercayaan (trustee) adalah yad al-amanah ‘tangan amanah’ yang berarti bahwa ia tidak diharuskan bertanggung jawab jika sewaktu dalam penitipan terjadi kehilangan atau kerusakan pada barang atau asset titipan, selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang atau asset titipan. Biaya penitipan boleh dibebankan kepada pihak penitip sebagai kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan. [1]
Dengan prinsip ini, pihak penyimpan tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan barang atau asset yang dititipkan, melainkan hanya menjaganya. Selain itu, barang atau asset yang dititipkan tidak boleh dicampuradukkan dengan barang atau asset yang lain, melainkan harus dipisahkan untuk masing – masing barang atau asset penitip. Karena menggunakan prinsip yad al-amanah, akad titipan seperti ini biasa disebut wadi’ah yad amanah.[2]


2.    Titipan Wadi’ah yad Dhamanah
Dari prinsip yad al-amanah ‘tangan amanah’ kemudian berkembang prinsip yadh-dhamanah ‘tangan penanggung’ yang berarti bahwa pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang atau asset titipan.
Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan atau custodian adalah trustee yang sekaligus guarantor ‘penjamin’ keamanan barang atau asset yang dititipkan. Ini juga berarti bahwa pihak penyimpan telah mendapatkan izin dari pihak penitip untuk mempergunakan barang atau asset yang dititipkan tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa pihak penyimpan akan mengembalikan barang atau asset yang dititipkan secara utuh pada saat penyimpan menghendaki.
Dengan prinsip ini, penyimpan boleh mencampur asset penitip dengan asset penyimpan atau asset penyimpan atau asset penitip yang lain, dan kemudian digunakan untuk tujuan produktif mencari keuntungan.
Rukun dari akad titipan Wadi’ah yad Amanah maupun yad Dhamanah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal berikut:
1.    Pelaku akad yaitu penitip (mudi’/muwaddi’) dan penyimpan / penerima titipan (muda’/mustawda’)
2.    Objek akad yaitu barang yang dititipkan
3.    Shigah, yaitu ijab dan qabul.[3]

Sementara itu syarat Wadi’ah yang harus dipenuhi adalah syarat bonus sebagai berikut:
1.    Bonus merupakan kebijakan (hak prerogatif) penyimpan
2.    Bonus tidak disyaratkan sebelumnya.
Beberapa ketentuan Wadi’ah Yad Dhamanah, antara lain:
1.    Penyimpan memiliki hak untuk menginvestasikan asset yang dititipkan
2.    Penitip memiliki hak untuk mengetahui bagaimana assetnya di investasikan
3.    Penyimpan menjamin hanya nilai pokok jika modal berkurang karena merugi atau terdepresiasi
4.    Setiap keuntungan yang diperoleh penyimpan dapat dibagikan sebagai hibah atau hadiah atau bonus
5.    Penitip tidak memiliki hak suara [4]

2.2. Akuntansi Tabungan Wadi’ah
Akuntansi tabungan Wadi’ah prinsipnya sama dengan akuntasi tabungan Mudharabah. Perbedaan akuntansi tabungan Wadi’ah dan Mudharabah adalah dalam hal insentif yang diterima oleh nasabah. Berdasarkan PAPSI 2013, tabungan Wadi’ah diakui sebesar nominal penyetoran atau penarikan yang dilakukan oleh pemilik rekening. Setoran tabungan Wadi’ah yang diterima secara tunai diakui pada saat uang diterima.
Insentif yang diberikan kepada nasabah tabungan Mudharabah disebut dengan hak pihak ketiga atas bagi hasil yang dihitung dalam presentase tertentu yang harus dibayar oleh bank secara periodic sesuai dengan tingkat keuntungan bank syariah. Adapun nasabah tabungan Wadi’ah menerima insentif dalam bentuk bonus wadi’ah yang bersifat sukarela dan tidak disyaratkan di muka, berdasarkan PAPSI 2013 pemberian bonus atas simpanan kepada nasabah diakui sebagai beban pada saat terjadinya.  
Ilustrasi jurnal pada PAPSI 2013 transaksi pembayaran pajak terhadap bonus wadi’ah, langsung mengurangi tabungan wadi’ah.
Db. Beban bonus tabungan
Kr. Wadi’ahTabungan wadi’ah
Kr. Kewajiban pajak penghasilan
Akan tetapi dalam praktik bank cenderung menunjukkan jumlah total bonus yang diberikan dalam buku tabungan.
Misalkan pada tanggal 5 maret 2012, haniya nasabah tabungan Wadi’ah Bank Peduli Syariah menerima bonus wadi’ah sebesar Rp20.000 dan dipotong pajak Rp4.000 maka jurnalnya adalah sebagai berikut:[5]

Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
05/03/12
Beban bonus tabungan Wadi’ah
20.000


     Tabungan Wad’ah Haniyah

20.000

Tabungan Wadi’ah
4.000


     Titipan kas Negara – pajak tabungan

4.000


2.3. Giro Wadi’ah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, giro, sarana perintahpembayaran lainnya atau dengan pemindah bukuan. Dalam praktik perbankan skema yang umum digunakan adalah giro Wadi’ah.
Giro Wadi’ah adalah giro yang harus mengikuti fatwa DSN tentang wadi’ah. Akad Wadi’ah adalah akad penitipan dana dengan ketentuan penitip dana menginzinkan kepada bank untuk memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut dan bank wajib mengembalikan apabila sewaktu waktu penitip mengambil dana tersebut. Dalam transaksi giro wadi’ah ini nasabah sebagai penitip dana (mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana titipan (muda’). Keuntungan atas pengelolaan dana titipan tersebut menjadi milik bank, karena hakikat wadi’ah adalah qardh dan pada prinsipnya tidak ada bonus yang diberikan oleh bank kepada pemilik dana wadi’ah. Demikian bank syariah diperbolehkan memberikan bonus sukarela kepada pemilik dana wadi’ah dengan syarat tidak diperjanjikan di muka.

a.    Transaksi Penambahan Rekening Giro Wadi’ah
Rekening giro wadi’ah dapat bertambah melalui transaksi penyetoran tunai, transfer dari tabungan maupun giro cabang lain dari bank yang sama, penerimaan cek dari nasabah bank lain yang diuangkan oleh nasabah suatu bank, dan penerimaan bonus giro wadi’ah dari Bank Syariah.
Kasus 1
01 maret 2012             Bank Murni Syariah Cabang Yogyakarta menerima setoran tunai pembukaan giro wadi’ah atas nama Thariq sebesar Rp35.000.000
05 maret 2012             Thariq menerima transfer dari BMS Cabang Solo sebesar Rp5.000.000
10 maret 2012             Thariq menerima gilyet biro dari nasabah Bank Peduli Syariah(BPS) yang pernah membeli sesuatu dari Thariq seharga Rp15.000.000. bilyet giro tersebut dicairkan oleh thariq ke BPS untuk dimasukkan ke rekening giro wadi’ah Thariq di BSM.
31maret 2012              Thariq menerima bonus giro wadi’ah dari BSM sebesar Rp50.000
Jurnal untuk transaksi tersebut adalah
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
01/03/2012
Kas
35.000.000


    Giro wadi’ah Thariq

35.000.000
05/03/2012
RAK cabang solo
5.000.000


    Giro wadi’ah Thariq

5.000.000
10/03/2012
Giro pada Bank Indonesia
15.000.000


    Giro wadi’ah Thariq

15.000.000
31/03/2012
Beban bonus giro wadi’ah
50.000


    Giro wadi’ah Thariq

50.000

Untuk transaksi yang bersifat transfer antar kantor, dalam praktik perbankan biasa digunakan rekening sementara dengan nama RAK seperti jurnal transaksi tanggal 5 maret. Adapun untuk transaksi yang melibatkan transaksi antar bank yang berbeda, biasanya diselesaikan dalam mekanisme yang difasilitasi bank indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh bank indonesia.

b.    Transaksi Pengurangan Giro Wadi’ah
Transaksi yang berakibat terjadinya berkurangnya saldo giro wadi’ah antara lain adalah penarikan cek oleh nasabah giro wadi’ah untuk ditukar secara tunai, penarikan bilyet giro untuk ditransfer ke cabang lain bank yang sama atau ke nasabah bank lain, serta potongan administrasi dan pajak tabungan.
Ilustrasi transaksi yang mengakibatkan berkurangnya giro wadi’ah.



Kasus 2
03 maret 2013             Thariq menggunakan cek untuk mencairkan dana di rekening giro wadi’ahnya di Bank Murni Syariah (BMS) secara tunai sebesar Rp12.000.000
07 maret 2013             Thariq menggunakan bilyet giro untuk mentransfer sejumlah dana ke nasabah giro wadi’ah BMS Cabang Jakarta sebesar Rp5.000.000
12 maret 2013             Thariq menggunakan bilyet giro untuk pembayaran pembelian sebuah mesin kepada nasabah giro Bank lain sebesar Rp10.000.000
31 maret 2013             Dipotong giro wadi’ah Thariq untuk administrasi tabungan sebesar Rp15.000 dan untuk pajak sebesar Rp10.000 (20% dari bonus giro wadi’ah yang diterima sebesar Rp50.000 seperti yang sudah dicatat pada kasus 1. 
Jurnal transaksi diatas adalah sebagai berikut[6]
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
03/03/2013
Giro wadi’ah Thariq
12.000.000


    Kas

12.000.000
07/03/2013
Giro wadi’ah Thariq
5.000.000


    RAK Cabang Jakarta

5.000.000

Giro wadi’ah Thariq
10.000.000


    Giro pada Bank Indoesia

10.000.000

Giro wadi’ah Thariq
15.000


    Pendapatan administrasi giro wadi’ah

15.000

Giro wadi’ah Thariq
10.000


    Titipan kas Negara – pajak giro

10.000

BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Akad Wadi’ah adalah akad penitipan dana dengan ketentuan penitip dana menginzinkan kepada bank untuk memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut dan bank wajib mengembalikan apabila sewaktu waktu penitip mengambil dana tersebut. Akad wadi’ah ada dua, yaitu Wadi’ah yad Amanah dan Wadi’ah yad Dhamanah. Nasabah tabungan Wadi’ah menerima insentif dalam bentuk bonus wadi’ah yang bersifat sukarela dan tidak disyaratkan di muka, berdasarkan PAPSI 2013 pemberian bonus atas simpanan kepada nasabah diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Dalam praktik perbankan skema yang umum digunakan adalah giro Wadi’ah. Dalam transaksi giro wadi’ah ini nasabah sebagai penitip dana (mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana titipan (muda’). Keuntungan atas pengelolaan dana titipan tersebut menjadi milik bank, karena hakikat wadi’ah adalah qardh dan pada prinsipnya tidak ada bonus yang diberikan oleh bank kepada pemilik dana wadi’ah. Demikian bank syariah diperbolehkan memberikan bonus sukarela kepada pemilik dana wadi’ah dengan syarat tidak diperjanjikan di muka.
Demikianlah makalah ini penulis buat, dalam rangka menambah pengetahuan tentang akad wadi’ah dalam perbankan syariah. Dalam penulisan makalah ini penulis merasakan jauh dari kesempurnaan, saran dan masukan dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis mengaturkan terima kasih.




DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, 2013, Akad Dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers.
Yaya, Rizal,dkk., 2014, Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: Salemba empat.



[1]  Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 42  
[2] Ibid., hlm.43
[3]Ibid., hlm.44
[4]Ibid., hlm.45
[5] Rizal Yaya,dkk., Auntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: Salemba empat, 2014), hlm. 96.
[6]Ibid., hlm. 97

Tidak ada komentar:

Posting Komentar