MAKALAH
KONVERSI
BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Peranan institusi perbankan yang diberikan dalam
perekonomiansuatu negara, bahkan
dalam perekonomian dunia
saat ini,merupakan fakta yang tak
terbantahkan. Belakangan ini
banyak bank konvensional
yangmengkonversi menjadi bank syari’ah; Bank Mandiri Syariah,bank IFI
Syariah, Unit BNI Syari’ah, Unit Bank BRI Syariahdan Danamon Syariah merupakan
deretan nama bank yangdapat dijadikan contoh model konversi, serta bank-bank
lainyang sedang mengkonversi menjadi syari’ah.
Pada
hakekatnya hubungan manusia dengan agama terbangun secara fitrah. Hal ini
ditandai dengan realitas yang memperlihatkan besaran porsi kebutuhan manusia
untuk melengkapi dirinya dengan agama, baik dalam rangka untuk mengabdikan diri
kepada sang pencipta maupun dalam rangka menjalin hubungan dengan lingkungan
dan sesama makhluk. Pendirian bank dengan prinsip-prinsip syari’ahmerupakan
salah satu bagian dari keinginan manusia untuk bisa hidup di dunia dengan
menjalankan perintah agama. Adanya hasrat memikirkan dunia dan Tuhan
mendorong manusia beriman dan berbuat baik pada
sesamanya. Pengakuan tentang keterkaitan nilai (agama) dan ekonomi bukan hanya
klaim Islam tetapi juga ekonomi konvensional.
Pertimbangan ideologis dari konversiadalah menghindari
dari memakan riba. Islam memang mengharamkan riba, tetapi masih memperdebatkan
posisi bunga bank. Supaya tidak terusberada pada keraguan maka dibukalah bank
syari’ah. Secara umum, baik dalam jual beli maupun pinjam meminjam, praktek
riba memiliki pola sebagai berikut;
Pertama,
seseorang menjual barang pada pembeli berdasarkan kesepakatan harga dan tenggang
waktu tertentu. Jika dalam tenggang waktu itu pembeli tidak dapat membayar,
maka pihak penjual akan menaikkan harga dari barang tersebut. Kedua,
seorang kreditor memberikan pinjaman uang pada debitor berdasarkan ketentuan
waktu dan debitor diharuskan untuk membayar lebih dari jumlah pokok hutang.
Hal inilah yang membuat bank-bank konvensional
mengkonversi diri menjadi bankSyari’ah. Perilaku keagamaan, apa lagi menyangkut
ekonomi tentu harus di lakukan dengan pertimbangan matematis, ekonomis,
rasional. Namun demikian watak ekonomis yang rasional hendaknya tidak
mengalahkanreligiusitas dengan hanya mementingkan target ekonomis belaka.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah Undang-undang yang mengatur tentang
mengkonversi bank konvensional menjadi bank
syariah?
2.
Apa sajakah
syarat-syarat mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah?
3.
Bagaimana pengaturan
konversi bank konvensional menjadi bank syariah ditinjau dari hukum islam?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui
Undang-undang yang mengatur
tentang mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah.
2.
Untuk mengetahui
syarat-syarat mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah.
3.
Untuk mengetahui aturan
konversi bank konvensional menjadi bank syariah secara hukum islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Bank konvensional ialah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional, yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran secara umum berdasarkan prosedur
dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Bank syariah ialah perbankan yang segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
Sedangkan pengertian konversi adalah suatu proses
perubahan dari satu sistem ke sistem lainnya yang lebih baik. Konversi juga
bisa di artikan sebagai perubahan dari satu hal awal menjadi hal baru..
Mengenai konversi ini di atur dalam PBI
NO.4/1/PBI/2002.Permohonan di ajukan oleh Direksi Bank konvensional kepada
dewan Gubernur bank Indonesia. Tentang konversi ini diatur kembali dengan PBI
No.8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi
bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan
pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah oleh bank umum konvensional.Pada intinya menguatkan dan memberikan
penjelasan lebih lanjut terhadap PBI No.4/1/PBI/2002.
Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 tanggal 29 April 2009 Tentang Perubahan
Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, menjelaskan
syarat-syarat mengkonversikan bank konvensional menjadi bank syariah sebagai
berikut :
Bank Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan usaha
menjadi Bank Syariah dengan mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha
kepada Bank Indonesia disertai:
‡
perubahan misi dan visi kegiatan usaha menjadi Bank
Syariah;
‡
perubahan rancangan anggaran dasar; perubahan anggaran dasar
harus dimintakan persetujuan kepada instansi yang berwenang dan permohonan
kepada instansi yang berwenang dapat dilakukan bersamaan dengan pengajuan
permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia.
‡
nama dan data identitas dari calon Pemegang Saham
Pengendali, calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi, dan calon
anggota DPS;
‡
rencana bisnis Bank Syariah;
‡
studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;
dan
‡
rencana penyelesaian hak dan kewajiban nasabah. Selain itu,
Bank Konvensional harus memberikan penjelasan mengenai keseluruhan rencana
perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah melalui presentasi di Bank
Indonesia.
Persyaratan
perubahan kegiatan usaha antara lain:
‡
Rencana perubahan kegiatan usaha (konversi) harus
dicantumkan dalam rencana bisnis Bank Konvensional
‡
Menyesuaikan anggaran dasar sebagai Bank Syariah;
‡
Memenuhi persyaratan permodalan yang ditetapkan;
‡
Menyesuaikan persyaratan Dewan Komisaris dan Direksi sebagai
Bank Syariah;
‡
Membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS); dan
‡
Menyajikan laporan keuangan awal sebagai sebuah Bank
Syariah.
Persyaratan Bank Umum Konvensional yang akan melakukan
perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Umum Syariah yaitu:
‡
memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
paling kurang sebesar 8 % (delapan persen) dan memiliki modal inti paling
kurang sebesar Rp.100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah).
‡
Dewan Komisaris dan Direksi Bank Umum Syariah harus memenuhi
ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan Bank Umum Syariah.
‡
membentuk DPS yang harus memenuhi persyaratan DPS
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Umum Syariah
yang berlaku.
Bank Konvensional yang telah mendapat izin perubahan
kegiatan usaha menjadi Bank Syariah wajib melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
‡
mencantumkan secara jelas kata Syariah pada penulisan nama
bank, dan mencantumkan logo iB pada formulir, warkat, produk, kantor dan jaringan
kantor Bank Syariah;
‡
melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Syariah paling lambat
60 hari sejak izin perubahan kegiatan usaha (konversi) diberikan;
‡
mengumumkan kepada masyarakat mengenai rencana kegiatan operasional
sebagai Bank Syariah paling lambat 10 hari sebelumnya;
‡
melaporkan kepada Bank Indonesia mengenai telah dimulainya
kegiatan operasional sebagai Bank Syariah;
‡
menghentikan seluruh kegiatan usaha secara konvensional
kecuali dalam rangka penyelesaian hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara
konvensional; dan
‡
menyelesaikan hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara
konvensional paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal izin
perubahan kegiatan usaha diberikan.
Pengaturan konversi bank konvensional menjadi bank syriah
ditinjau dari hukum Islam yakni, bahwa dari segi modal bank syariah yang
berasal dari saham korporasi bank konvensional yang merupakan dana riba akan
mengakibatkan capital bank syariah dan hasil kegiatan usahanya juga menjadi
riba yang diharamkan menurut hukum islam. Demikian pula kerjasama kegiatan
usaha bank konvensional dengan dngan bank syariah bertentangan dengan hukum
islam karena dalam hukum islam terdapat hukum larangan tolong-menolong
(kerjasama) dalam perbuatan dosa atau salah.
STUDI KASUS
Tren Baru Perbankan, Konversi
Konvensional ke Syariah
Usulan mengkonversi bank BUMN menjadi
bank syariah terus menguat. Ide ini dinilai sebagai upaya tepat dalam
menggenjot market share bank syariah di tanah air yang saat ini masih
kecil.
Sekretaris
Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) sekaligus Pengamat Ekonomi Syariah,
Syakir Sula, menilai, sudah saatnya pemerintah mengonversi salah satu bank
ataupun asuransi konvensionalnya. "Karena hal ini mampu meningkat
market share keuangan syariah. Secara bisnis, konversi bank konvensional ke
bank syariah menjadi trend di dunia, seperti di Eropa, Amerika dan
Australia," katanya kepada Republika, di Jakarta, Senin (1/4).
Salah dasar
pemikirannya, menurut dia, Indonesia sudah 20 tahun berkecimpung di perbankan
syariah. Namun selama masa itu, market share bank syariah masih
4,69 persen. Jika dibandingkan dengan Malaysia, ia menjelaskan, negara tersebut
sudah 30 tahun menggunakan bank syariah. Dengan jarak 10 tahun, perbandingan market
share Indonesia dan Malaysia jauh sekali. "Market share
Malaysia menembus angka 20 persen. Pemerintah Malaysia benar-benar menunjukkan
keberpihakannya terhadap perkembangan perbankan dan keuangan syariah di
negaranya," katanya menjelaskan.
Mengenai
konversi dapat mengejar ketertinggalan, Syakir menjelaskan, konversi bank
konvensional BUMN menjadi bank syariah efektif meningkatkan market share.
Namun hal itu perlu didukung regulasi tepat agar pertumbuhan bank syariah
semakin cepat.
Selain itu, ia
menambahkan, beberapa regulasi terkait lembaga bank maupun non bank perlu
dievaluasi. Contohnya regulasi perbankan terkait sistem office channeling.
Ia mengatakan, perlu aturan dari regulator agar seluruh bank konvensional
diwajibkan melakukan office channeling. "Saat ini office
channeling memang sudah ada, tetapi hanya diperbolehkan dan belum
diwajibkan. Jika terdapat kata 'mewajibkan' dalam aturan mengenai office
channeling, maka mau tidak mau seluruh bank konvensional akan menawarkan produk
syariah. Dampaknya akan signifikan terhadap market share bank syariah,"
katanya menegaskan.
Nasabah Bank Tidak Resisten Pada Konversi
Bank harus
tetap menjaga kinerja dan menjalin komunikasi dengan deposan. JAKARTA - Calon
investor tak perlu kuatir nasabah akan kabur setelah bank yang dibeli
dikonversi menjadi syariah. Direktur Karim Business Consulting (KBC), Adiwarman
A Karim, menyatakan dari dua kasus konversi bank syariah, Bank Susila Bhakti
menjadi Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Tugu menjadi Bank Syariah Mega
Indonesia, terbukti resistensi tidak signifikan. "Buktinya tidak ada
resistensi dari nasabah kedua bank ketika dikonversi," katanya ketika
dihubungi kemarin. Menurut Adiwarman, meskipun prinsipnya berbeda, nasabah bank
bisa tetap dijaga untuk tetap loyal. Salah satunya, kata Adiwarman, menjaga
agar rate bagi hasil bank syariah tetap kompetitif terhadap bunga bank.
"Jadi, bunga bank diganti margin bagi hasil. Kalau memang hasilnya relatif
sama, saya kira tidak akan ada resistensi. Bank syariah juga nggak mau
jatuh," katanya. Terkait debitur, Adiwarman menyatakan mereka tidak
mungkin mengalami resistensi dan bermigrasi. Pasalnya, mereka terikat dengan
kewajiban membayar kredit atau pembiayaan kepada bank. "Dari sisi debitur,
mereka nggak bisa kabur," tuturnya. Migrasi nasabah, menurut dia, tidak
terjadi karena konversi menjadi bank syariah. Ia menyebutkan, secara alami,
nasabah pada suatu bank berpotensi untuk bermigrasi ketika kondisi banknya
kurang sehat. Salah satunya diakibatkan kredit macet. "Jadi, mereka
migrasi duluan karena banknya bermasalah, bukan karena konversi," katanya
yang menyebutkan proses selanjutnya adalah penanganan kredit macet oleh
investor. Menanggapi potensi migrasi, Direktur Utama Bank Syariah Mandiri,
Yuslam Fauzi menyatakan, hal tersebut dapat dicegah dengan penerapan komunikasi
yang baik kepada nasabah. Menurut dia, meskipun terdapat sebagian kecil nasabah
bermigrasi, sebagian besar nasabah Bank Susila Bhakti tetap loyal setelah bank
itu dikonversi menjadi BSM pada 1 November 1999. "Waktu itu, komunikasi
kita ke publik cukup rapi dan baik," katanya. Komunikasi yang dijalankan,
menurut Yuslam, adalah memberikan pemahaman bahwa konversi bertujuan untuk
memperbaiki kondisi bank. Jika dikonversi, bank lebih sehat dan likuid sehingga
tidak merugikan nasabah. Hal itu dimungkinkan dengan adanya tambahan modal.
Meskipun demikian, Yuslam mengakui tidak bermigrasinya sebagian besar nasabah
BSM tidak dapat dijadikan patokan umum. Pasalnya, menurut dia, setiap bank
memiliki karakter nasabah dan deposan berbeda. Oleh karena itu, ia menyarankan
bagi investor untuk melakukan pengkajian atas studi nasabah bank yang akan
dibeli. "Jadi, sebelum dibeli dan dikonversi, survey dulu untuk mengetahui
preferensi nasabahnya," tandasnya. Pada awal berdiri BSM pada 1999, aset
bank tersebut tercatat hanya Rp 448 miliar. Namun, pada akhir Desember tahun
lalu, aset anak perusahaan Bank Mandiri tersebut tercatat sebesar Rp 8,328
triliun atau tumbuh 54,7 persen pertahun. Direktur BNI, Bien Subiantoro, sebelumnya
menyatakan Kuwait Finance House dan Qatar Islamic Bank sudah menjajaki untuk
mengakuisisi bank beraset sekitar Rp 1 triliun untuk kemudian dikonversi
menjadi syariah. Namun investor tengah mengkaji dan mempersiapkan diri terhadap
kemungkinan migrasi nasabah setelah konversi.
Konversi
Bank Timbulkan Risiko pada Nasabah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ide
konversi bank konvensional milik pemerintah menjadi bank syariah untuk
meningkatkan market share perbankan syariah dinilai baik. Namun
dalam praktiknya tidak mudah. Ada beberapa risiko yang harus diperhatikan
sebelum melakukan konversi tersebut. Bendahara Dewan Syariah Nasional Mejelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI), Muhammad Nadratuzzaman Hosen, mengatakan risiko
pertama terjadi pada para nasabah bank yang akan dikonversi. "Nasabah yang
anti syariah akan lari dan menarik dananya," ujarnya saat dihubungi Republika,
Senin (1/4).
Untuk mengantisipasi hal tersebut
perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi konversi tidak membuat mereka
dirugikan. Misalnya dalam produk tabungan dan deposito, harus ada jaminan bahwa
setelah konversi bagi hasil yang mereka terima tidak akan turun. "Kalau
turun, mereka pasti lari," kata Nadratuzzaman. Pria yang juga
menjabat sebagai Ketua The Ibrahim Hosen Institute ini juga
menyoroti kemungkinan direksi dan karyawan bank konvensional milik pemerintah
menolak usulan konversi. Sebab, mereka terbiasa bertransaksi dengan sistem
konvensional sehingga akan kesulitan bila harus diubah menggunakan prinsip
syariah.
Dia berujar peningkatan market
share sesuai dengan bank mana yang akan dikonversi. Menurutnya bank
yang cocok dikonversi adalah bank yang mengutamakan produk ke masyarakat
menengah ke bawah dan mengutamakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). "Yang
jelas bank konvensional yang bermain di mikro banking," ucapnya tanpa
menyebutkan nama bank tersebut.
DSN terus mendorong percepatan aset
bank syariah. Namun mengenai bagaimana upaya mencapai target tersebut,
sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Yang pasti, menurutnya, praktik harus
memperhatikan kemashlahatan umat. "Jangan sampai konversi tapi malah
menimbulkan mudharat dan akhirnya membuat bank bangkrut," ucap
Nadratuzzaman. Dia mengatakan kewenangan konversi ada di tangan
Kementerian Keuangan dan BUMN. Sementara Bank Indonesia (BI) hanya berperan
sebagai regulator. Nadratuzzaman menyebut konversi memang cara efektif
menaikkan market share bank syariah, tetapi risikonya terlalu
tinggi. Menurutnya ada cara lain yang juga mampu mengkonversi bank syariah,
yakni dengan menambah modal bank syariah.
Bank konvensional yang memiliki anak
perusahaan bank syariah disarankan mengucurkan modal yang diambil dari
keuntungan bisnisnya tiap tahun. Modal ideal di atas Capital Adequacy Ratio
(CAR) atau rasio kecukupan modal. "Sehingga jika bank syariah ingin
mengembangkan usaha, tidak ada masalah dengan CAR," ucapnya.
Menurutnya saat ini modal bank
syariah masih minim. Hal tersebut menjadi kendala dalam pengembangan bank
syariah di Indonesia. Bank konvensional, kata Nadratuzzaman, hendaknya turut mempersilahkan
anak usaha bank syariahnya untuk menggunakan jaringan IT miliknya. Pengggunaan
sistem IT dapat digunakan dalam bentuk sewa ataupun subsidi. "Kalau IT
diberikan, saya rasa cepat sekali membuat bank syariah tumbuh," ujarnya.
Pandangan
bahwa mendirikan sebuah bank syariah lebih mudah ketimbang bank konvensional
ternyata tidak benar. Buktinya, saat ini ada dua bank yang ingin beralih dari
bank konvensional menjadi bank syariah, tetapi belum bisa direalisasikan karena
terganjal ketentuan tentang kesehatan bank. Hal tersebut
diungkapkan oleh staf Regulasi pada Biro Perbankan Syariah BI, Dewi Astuti pada
Pelatihan Wartawan di Cikampek. Sayangnya, Dewi tidak bersedia mengungkapkan
nama kedua bank yang akan mengubah "orientasi"-nya tersebut. Dewi
hanya mengatakan bahwa kedua bank tersebut bukanlah bank besar. "Hanya
bank kecil saja," ungkap Dewi.
Adanya
ganjalan atas keinginan dua bank untuk beralih bentuk dari bank konvensional
menjadi bank syariah, sekaligus menjawab pertanyaan dan pernyataan bahwa bank
syariah memiliki kualitas di bawah standar bank konvensional. Sebelumnya, peneliti
senior pada Biro Perbankan Syariah BI, Dani Gunawan juga membantah kabar yang
mengatakan bahwa terhadap bank-bank konvensional yang memiliki tingkat
kesehatan kurang sehat akan dilakukan konversi menjadi bank syariah.
"Konversi
baru bisa dilakukan jika bank di BPPN memenuhi ketentuan CAR minimal 8 persen
dan NPL (non performing loan) kurang dari 5 persen seperti ketentuan BI bagi
bank-bank konvensional. Di samping itu, juga bank tersebut harus memperbaiki kinerja
manajemennya," ujar Dani. Melengkapi
pernyataan Dewi adanya keinginan dari dua bank untuk beralih dari bank
konvensional menjadi bank syariah, Dani mengungkapkan bahwa ada pula dua bank
besar lainnya yang telah datang ke BI untuk meminta data-data menyangkut
prospek pembentukan bank syariah. Kedua bank dimaksud adalah Citibank dan
Standart Chartered Bank.
Syarat
untuk mendirikan suatu bank syariah pada umumnya tidak jauh berbeda dengan
syarat-syarat mendirikan sebuah bank konvensional. Yang membedakan adalah
operasionalisasi bank tersebut yang berdasarkan syariah Islam. Tetapi sebagai
catatan, bank syariah bukanlah bank yang dikhususkan bagi orang Islam saja.
Terlambat
Perkembangan
perbankan syariah secara formal di Indonesia dimulai sejak tahun 1992. Hingga
saat ini walaupun pangsa pasarnya masih relatif kecil, dari sisi pertumbuhan
relatif cukup pesat. Lambatnya
perkembangan perbankan syariah dari tahun 1992 sampai 1998 disebabkan oleh
beberapa faktor. Yaitu, masih kurangnya pemahaman dan banyak terdapat
kesalahpahaman masyarakat mengenai bank syariah. Belum lengkapnya
ketentuan perbankan yang mengatur tentang operasional perbankan syariah juga
menjadi salah satu faktor yang turut memperlambat perkembangan bank syariah.
Contoh sederhana adalah bahwa dalam UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan belum
dikenal istilah perbankan syariah. Dalam UU No. 7 /1992, bank syariah hanya
disebut sebagai bank bagi hasil. Kemudian pada 1998 dengan UU No. 10 tahun 1998
tentang Perubahan atas UU No.7/1992, barulah disebutkan secara tegas tentang
perbankan syariah. Jumlah ketentuan yang mengatur tentang perbankan syariah
kini juga sudah lebih banyak dan terinci.
Belum
lagi terbatasnya jumlah dan distribusi jaringan kantor bank syariah. Selain
itu, kurangnya sumber daya manusia dan tenaga ahli dalam mendukung pengembangan
bank syariah. Hal lain yang turut memperlambat perkembangan perbankan syariah
di Indonesia adalah perbedaan pandangan yang berkepanjangan tentang halal atau
haramnya bunga bank. Berdasarkan penelitian Biro Perbankan Syariah, 45 persen
masyarakat Jawa mengatakan bahwa bunga bank adalah haram. Tapi, itu baru di
pulau Jawa saja.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat
disimpulkan bahwa konversi bank konvensional menjadi bank syariah bertujuan
untuk perubahan dari satu sistem bank konvensional menjadi sistem bank syariah
agar lebih baik.
Mengenai konversi ini di atur dalam PBI
NO.4/1/PBI/2002.Permohonan di ajukan oleh Direksi Bank konvensional kepada
dewan Gubernur bank Indonesia. Tentang konversi ini diatur kembali dengan PBI
No.8/3/PBI/2006
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009
tanggal 29 April 2009 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional
Menjadi Bank Syariah, menjelaskan syarat-syarat mengkonversikan bank
konvensional menjadi bank syariah
Bank Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan usaha
menjadi Bank Syariah dengan mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha
kepada Bank Indonesia disertai persyaratn-persyaratan yang di tentukan.
Bank Konvensional yang telah mendapat izin perubahan
kegiatan usaha menjadi Bank Syariah wajib melakukan langkah-langkah yang di
syaratkan
Daftar Pustaka
Intan Sari, Prima, Maryati Bachtiar,
dan Abdul Ghafur. KONVERSI BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH DITINJAU DARI
HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM. https://www.google.co.id/url?q=http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/12345678/4591/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar