Rabu, 14 September 2016

KONVERSI BANK



MAKALAH
KONVERSI BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Peranan institusi perbankan yang diberikan dalam perekonomiansuatu  negara,  bahkan  dalam  perekonomian  dunia  saat  ini,merupakan fakta yang tak terbantahkan.  Belakangan  ini  banyak  bank  konvensional  yangmengkonversi menjadi bank syari’ah; Bank Mandiri Syariah,bank IFI Syariah, Unit BNI Syari’ah, Unit Bank BRI Syariahdan Danamon Syariah merupakan deretan nama bank yangdapat dijadikan contoh model konversi, serta bank-bank lainyang sedang mengkonversi menjadi syari’ah.
Pada hakekatnya hubungan manusia dengan agama terbangun secara fitrah. Hal ini ditandai dengan realitas yang memperlihatkan besaran porsi kebutuhan manusia untuk melengkapi dirinya dengan agama, baik dalam rangka untuk mengabdikan diri kepada sang pencipta maupun dalam rangka menjalin hubungan dengan lingkungan dan sesama makhluk. Pendirian bank dengan prinsip-prinsip syari’ahmerupakan salah satu bagian dari keinginan manusia untuk bisa hidup di dunia dengan menjalankan perintah agama. Adanya hasrat memikirkan dunia dan Tuhan mendorong manusia beriman dan berbuat baik pada sesamanya. Pengakuan tentang keterkaitan nilai (agama) dan ekonomi bukan hanya klaim Islam tetapi juga ekonomi konvensional.
Pertimbangan ideologis dari konversiadalah menghindari dari memakan riba. Islam memang mengharamkan riba, tetapi masih memperdebatkan posisi bunga bank. Supaya tidak terusberada pada keraguan maka dibukalah bank syari’ah. Secara umum, baik dalam jual beli maupun pinjam meminjam, praktek riba memiliki pola sebagai berikut;
Pertama, seseorang menjual barang pada pembeli berdasarkan kesepakatan harga dan tenggang waktu tertentu. Jika dalam tenggang waktu itu pembeli tidak dapat membayar, maka pihak penjual akan menaikkan harga dari barang tersebut. Kedua, seorang kreditor memberikan pinjaman uang pada debitor berdasarkan ketentuan waktu dan debitor diharuskan untuk membayar lebih dari jumlah pokok hutang.
Hal inilah yang membuat bank-bank konvensional mengkonversi diri menjadi bankSyari’ah. Perilaku keagamaan, apa lagi menyangkut ekonomi tentu harus di lakukan dengan pertimbangan matematis, ekonomis, rasional. Namun demikian watak ekonomis yang rasional hendaknya tidak mengalahkanreligiusitas dengan hanya mementingkan target ekonomis belaka.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah Undang-undang yang mengatur tentang mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah?
2.      Apa sajakah syarat-syarat mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah?
3.      Bagaimana pengaturan konversi bank konvensional menjadi bank syariah ditinjau dari hukum islam?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui Undang-undang yang mengatur tentang mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah.
2.      Untuk mengetahui syarat-syarat mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah.
3.      Untuk mengetahui aturan konversi bank konvensional menjadi bank syariah secara hukum islam.




BAB II
PEMBAHASAN
Bank konvensional ialah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran secara umum berdasarkan prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Bank syariah ialah perbankan yang segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Sedangkan pengertian konversi adalah suatu proses perubahan dari satu sistem ke sistem lainnya yang lebih baik. Konversi juga bisa di artikan sebagai perubahan dari satu hal awal menjadi hal baru..
Mengenai konversi ini di atur dalam PBI NO.4/1/PBI/2002.Permohonan di ajukan oleh Direksi Bank konvensional kepada dewan Gubernur bank Indonesia. Tentang konversi ini diatur kembali dengan PBI No.8/3/PBI/2006 tentang perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional.Pada intinya menguatkan dan memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap PBI No.4/1/PBI/2002.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 tanggal 29 April 2009 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, menjelaskan syarat-syarat mengkonversikan bank konvensional menjadi bank syariah sebagai berikut :

Bank Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah dengan mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia disertai:
        perubahan misi dan visi kegiatan usaha menjadi Bank Syariah; 
        perubahan rancangan anggaran dasar; perubahan anggaran dasar harus dimintakan persetujuan kepada instansi yang berwenang dan permohonan kepada instansi yang berwenang dapat dilakukan bersamaan dengan pengajuan permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia. 
        nama dan data identitas dari calon Pemegang Saham Pengendali, calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi, dan calon anggota DPS; 
        rencana bisnis Bank Syariah; 
        studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; dan 
        rencana penyelesaian hak dan kewajiban nasabah. Selain itu, Bank Konvensional harus memberikan penjelasan mengenai keseluruhan rencana perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah melalui presentasi di Bank Indonesia.
Persyaratan perubahan kegiatan usaha antara lain:
        Rencana perubahan kegiatan usaha (konversi) harus dicantumkan dalam rencana bisnis Bank Konvensional 
        Menyesuaikan anggaran dasar sebagai Bank Syariah;
        Memenuhi persyaratan permodalan yang ditetapkan; 
        Menyesuaikan persyaratan Dewan Komisaris dan Direksi sebagai Bank Syariah;
        Membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS); dan 
        Menyajikan laporan keuangan awal sebagai sebuah Bank Syariah.
Persyaratan Bank Umum Konvensional yang akan melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Umum Syariah yaitu:
        memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling kurang sebesar 8 % (delapan persen) dan memiliki modal inti paling kurang sebesar Rp.100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah).
        Dewan Komisaris dan Direksi Bank Umum Syariah harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan Bank Umum Syariah.
        membentuk DPS yang harus memenuhi persyaratan DPS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Umum Syariah yang berlaku.

Bank Konvensional yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah wajib melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
        mencantumkan secara jelas kata Syariah pada penulisan nama bank, dan mencantumkan logo iB pada formulir, warkat, produk, kantor dan jaringan kantor Bank Syariah;
        melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Syariah paling lambat 60 hari sejak izin perubahan kegiatan usaha (konversi) diberikan;
        mengumumkan kepada masyarakat mengenai rencana kegiatan operasional sebagai Bank Syariah paling lambat 10 hari sebelumnya;
        melaporkan kepada Bank Indonesia mengenai telah dimulainya kegiatan operasional sebagai Bank Syariah;
        menghentikan seluruh kegiatan usaha secara konvensional kecuali dalam rangka penyelesaian hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara konvensional; dan
        menyelesaikan hak dan kewajiban dari kegiatan usaha secara konvensional paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal izin perubahan kegiatan usaha diberikan.
Pengaturan konversi bank konvensional menjadi bank syriah ditinjau dari hukum Islam yakni, bahwa dari segi modal bank syariah yang berasal dari saham korporasi bank konvensional yang merupakan dana riba akan mengakibatkan capital bank syariah dan hasil kegiatan usahanya juga menjadi riba yang diharamkan menurut hukum islam. Demikian pula kerjasama kegiatan usaha bank konvensional dengan dngan bank syariah bertentangan dengan hukum islam karena dalam hukum islam terdapat hukum larangan tolong-menolong (kerjasama) dalam perbuatan dosa atau salah.
STUDI KASUS
Tren Baru Perbankan, Konversi Konvensional ke Syariah
Usulan mengkonversi bank BUMN menjadi bank syariah terus menguat. Ide ini dinilai sebagai upaya tepat dalam menggenjot market share bank syariah di tanah air yang saat ini masih kecil. 
Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) sekaligus Pengamat Ekonomi Syariah, Syakir Sula, menilai, sudah saatnya pemerintah mengonversi salah satu bank ataupun asuransi konvensionalnya. "Karena hal ini mampu meningkat market share keuangan syariah. Secara bisnis, konversi bank konvensional ke bank syariah menjadi trend di dunia, seperti di Eropa, Amerika dan Australia," katanya kepada Republika, di Jakarta, Senin (1/4).
Salah dasar pemikirannya, menurut dia, Indonesia sudah 20 tahun berkecimpung di perbankan syariah. Namun selama masa itu, market share bank syariah masih 4,69 persen.  Jika dibandingkan dengan Malaysia, ia menjelaskan, negara tersebut sudah 30 tahun menggunakan bank syariah. Dengan jarak 10 tahun, perbandingan market share Indonesia dan Malaysia jauh sekali. "Market share Malaysia menembus angka 20 persen. Pemerintah Malaysia benar-benar menunjukkan keberpihakannya terhadap perkembangan perbankan dan keuangan syariah di negaranya," katanya menjelaskan. 
Mengenai konversi dapat mengejar ketertinggalan, Syakir menjelaskan, konversi bank konvensional BUMN menjadi bank syariah efektif meningkatkan market share. Namun hal itu perlu didukung regulasi tepat agar pertumbuhan bank syariah semakin cepat. 
Selain itu, ia menambahkan, beberapa regulasi terkait lembaga bank maupun non bank perlu dievaluasi. Contohnya regulasi perbankan terkait sistem office channeling. Ia mengatakan, perlu aturan dari regulator agar seluruh bank konvensional diwajibkan melakukan office channeling "Saat ini office channeling memang sudah ada, tetapi hanya diperbolehkan dan belum diwajibkan. Jika terdapat kata 'mewajibkan' dalam aturan mengenai office channeling, maka mau tidak mau seluruh bank konvensional akan menawarkan produk syariah. Dampaknya akan signifikan terhadap market share bank syariah," katanya menegaskan.
Nasabah Bank Tidak Resisten Pada Konversi
Bank harus tetap menjaga kinerja dan menjalin komunikasi dengan deposan. JAKARTA - Calon investor tak perlu kuatir nasabah akan kabur setelah bank yang dibeli dikonversi menjadi syariah. Direktur Karim Business Consulting (KBC), Adiwarman A Karim, menyatakan dari dua kasus konversi bank syariah, Bank Susila Bhakti menjadi Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Tugu menjadi Bank Syariah Mega Indonesia, terbukti resistensi tidak signifikan. "Buktinya tidak ada resistensi dari nasabah kedua bank ketika dikonversi," katanya ketika dihubungi kemarin. Menurut Adiwarman, meskipun prinsipnya berbeda, nasabah bank bisa tetap dijaga untuk tetap loyal. Salah satunya, kata Adiwarman, menjaga agar rate bagi hasil bank syariah tetap kompetitif terhadap bunga bank. "Jadi, bunga bank diganti margin bagi hasil. Kalau memang hasilnya relatif sama, saya kira tidak akan ada resistensi. Bank syariah juga nggak mau jatuh," katanya. Terkait debitur, Adiwarman menyatakan mereka tidak mungkin mengalami resistensi dan bermigrasi. Pasalnya, mereka terikat dengan kewajiban membayar kredit atau pembiayaan kepada bank. "Dari sisi debitur, mereka nggak bisa kabur," tuturnya. Migrasi nasabah, menurut dia, tidak terjadi karena konversi menjadi bank syariah. Ia menyebutkan, secara alami, nasabah pada suatu bank berpotensi untuk bermigrasi ketika kondisi banknya kurang sehat. Salah satunya diakibatkan kredit macet. "Jadi, mereka migrasi duluan karena banknya bermasalah, bukan karena konversi," katanya yang menyebutkan proses selanjutnya adalah penanganan kredit macet oleh investor. Menanggapi potensi migrasi, Direktur Utama Bank Syariah Mandiri, Yuslam Fauzi menyatakan, hal tersebut dapat dicegah dengan penerapan komunikasi yang baik kepada nasabah. Menurut dia, meskipun terdapat sebagian kecil nasabah bermigrasi, sebagian besar nasabah Bank Susila Bhakti tetap loyal setelah bank itu dikonversi menjadi BSM pada 1 November 1999. "Waktu itu, komunikasi kita ke publik cukup rapi dan baik," katanya. Komunikasi yang dijalankan, menurut Yuslam, adalah memberikan pemahaman bahwa konversi bertujuan untuk memperbaiki kondisi bank. Jika dikonversi, bank lebih sehat dan likuid sehingga tidak merugikan nasabah. Hal itu dimungkinkan dengan adanya tambahan modal. Meskipun demikian, Yuslam mengakui tidak bermigrasinya sebagian besar nasabah BSM tidak dapat dijadikan patokan umum. Pasalnya, menurut dia, setiap bank memiliki karakter nasabah dan deposan berbeda. Oleh karena itu, ia menyarankan bagi investor untuk melakukan pengkajian atas studi nasabah bank yang akan dibeli. "Jadi, sebelum dibeli dan dikonversi, survey dulu untuk mengetahui preferensi nasabahnya," tandasnya. Pada awal berdiri BSM pada 1999, aset bank tersebut tercatat hanya Rp 448 miliar. Namun, pada akhir Desember tahun lalu, aset anak perusahaan Bank Mandiri tersebut tercatat sebesar Rp 8,328 triliun atau tumbuh 54,7 persen pertahun. Direktur BNI, Bien Subiantoro, sebelumnya menyatakan Kuwait Finance House dan Qatar Islamic Bank sudah menjajaki untuk mengakuisisi bank beraset sekitar Rp 1 triliun untuk kemudian dikonversi menjadi syariah. Namun investor tengah mengkaji dan mempersiapkan diri terhadap kemungkinan migrasi nasabah setelah konversi.


Konversi Bank Timbulkan Risiko pada Nasabah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ide konversi bank konvensional milik pemerintah menjadi bank syariah untuk meningkatkan market share perbankan syariah dinilai baik. Namun dalam praktiknya tidak mudah. Ada beberapa risiko yang harus diperhatikan sebelum melakukan konversi tersebut. Bendahara Dewan Syariah Nasional Mejelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Muhammad Nadratuzzaman Hosen, mengatakan risiko pertama terjadi pada para nasabah bank yang akan dikonversi. "Nasabah yang anti syariah akan lari dan menarik dananya," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (1/4). 
Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi konversi tidak membuat mereka dirugikan. Misalnya dalam produk tabungan dan deposito, harus ada jaminan bahwa setelah konversi bagi hasil yang mereka terima tidak akan turun. "Kalau turun, mereka pasti lari," kata Nadratuzzaman.  Pria yang juga menjabat sebagai Ketua The Ibrahim Hosen Institute ini juga menyoroti kemungkinan direksi dan karyawan bank konvensional milik pemerintah menolak usulan konversi. Sebab, mereka terbiasa bertransaksi dengan sistem konvensional sehingga akan kesulitan bila harus diubah menggunakan prinsip syariah. 
Dia berujar peningkatan market share sesuai dengan bank mana yang akan dikonversi. Menurutnya bank yang cocok dikonversi adalah bank yang mengutamakan produk ke masyarakat menengah ke bawah dan mengutamakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). "Yang jelas bank konvensional yang bermain di mikro banking," ucapnya tanpa menyebutkan nama bank tersebut. 
DSN terus mendorong percepatan aset bank syariah. Namun mengenai bagaimana upaya mencapai target tersebut, sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Yang pasti, menurutnya, praktik harus memperhatikan kemashlahatan umat. "Jangan sampai konversi tapi malah menimbulkan mudharat dan akhirnya membuat bank bangkrut," ucap Nadratuzzaman.  Dia mengatakan kewenangan konversi ada di tangan Kementerian Keuangan dan BUMN. Sementara Bank Indonesia (BI) hanya berperan sebagai regulator. Nadratuzzaman menyebut konversi memang cara efektif menaikkan market share bank syariah, tetapi risikonya terlalu tinggi. Menurutnya ada cara lain yang juga mampu mengkonversi bank syariah, yakni dengan menambah modal bank syariah.
Bank konvensional yang memiliki anak perusahaan bank syariah disarankan mengucurkan modal yang diambil dari keuntungan bisnisnya tiap tahun. Modal ideal di atas Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal. "Sehingga jika bank syariah ingin mengembangkan usaha, tidak ada masalah dengan CAR," ucapnya. 
Menurutnya saat ini modal bank syariah masih minim. Hal tersebut menjadi kendala dalam pengembangan bank syariah di Indonesia. Bank konvensional, kata Nadratuzzaman, hendaknya turut mempersilahkan anak usaha bank syariahnya untuk menggunakan jaringan IT miliknya. Pengggunaan sistem IT dapat digunakan dalam bentuk sewa ataupun subsidi. "Kalau IT diberikan, saya rasa cepat sekali membuat bank syariah tumbuh," ujarnya.

Sulit Konversi Jadi Bank Syariah, 2 Bank Terganjal Peraturan
Pandangan bahwa mendirikan sebuah bank syariah lebih mudah ketimbang bank konvensional ternyata tidak benar. Buktinya, saat ini ada dua bank yang ingin beralih dari bank konvensional menjadi bank syariah, tetapi belum bisa direalisasikan karena terganjal ketentuan tentang kesehatan bank. Hal tersebut diungkapkan oleh staf Regulasi pada Biro Perbankan Syariah BI, Dewi Astuti pada Pelatihan Wartawan di Cikampek. Sayangnya, Dewi tidak bersedia mengungkapkan nama kedua bank yang akan mengubah "orientasi"-nya tersebut. Dewi hanya mengatakan bahwa kedua bank tersebut bukanlah bank besar. "Hanya bank kecil saja," ungkap Dewi.
Adanya ganjalan atas keinginan dua bank untuk beralih bentuk dari bank konvensional menjadi bank syariah, sekaligus menjawab pertanyaan dan pernyataan bahwa bank syariah memiliki kualitas di bawah standar bank konvensional. Sebelumnya, peneliti senior pada Biro Perbankan Syariah BI, Dani Gunawan juga membantah kabar yang mengatakan bahwa terhadap bank-bank konvensional yang memiliki tingkat kesehatan kurang sehat akan dilakukan konversi menjadi bank syariah.
"Konversi baru bisa dilakukan jika bank di BPPN memenuhi ketentuan CAR minimal 8 persen dan NPL (non performing loan) kurang dari 5 persen seperti ketentuan BI bagi bank-bank konvensional. Di samping itu, juga bank tersebut harus memperbaiki kinerja manajemennya," ujar Dani. Melengkapi pernyataan Dewi adanya keinginan dari dua bank untuk beralih dari bank konvensional menjadi bank syariah, Dani mengungkapkan bahwa ada pula dua bank besar lainnya yang telah datang ke BI untuk meminta data-data menyangkut prospek pembentukan bank syariah. Kedua bank dimaksud adalah Citibank dan Standart Chartered Bank.
Syarat untuk mendirikan suatu bank syariah pada umumnya tidak jauh berbeda dengan syarat-syarat mendirikan sebuah bank konvensional. Yang membedakan adalah operasionalisasi bank tersebut yang berdasarkan syariah Islam. Tetapi sebagai catatan, bank syariah bukanlah bank yang dikhususkan bagi orang Islam saja.
Terlambat
Perkembangan perbankan syariah secara formal di Indonesia dimulai sejak tahun 1992. Hingga saat ini walaupun pangsa pasarnya masih relatif kecil, dari sisi pertumbuhan relatif cukup pesat. Lambatnya perkembangan perbankan syariah dari tahun 1992 sampai 1998 disebabkan oleh beberapa faktor. Yaitu, masih kurangnya pemahaman dan banyak terdapat kesalahpahaman masyarakat mengenai bank syariah. Belum lengkapnya ketentuan perbankan yang mengatur tentang operasional perbankan syariah juga menjadi salah satu faktor yang turut memperlambat perkembangan bank syariah. Contoh sederhana adalah bahwa dalam UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan belum dikenal istilah perbankan syariah. Dalam UU No. 7 /1992, bank syariah hanya disebut sebagai bank bagi hasil. Kemudian pada 1998 dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7/1992, barulah disebutkan secara tegas tentang perbankan syariah. Jumlah ketentuan yang mengatur tentang perbankan syariah kini juga sudah lebih banyak dan terinci.
Belum lagi terbatasnya jumlah dan distribusi jaringan kantor bank syariah. Selain itu, kurangnya sumber daya manusia dan tenaga ahli dalam mendukung pengembangan bank syariah. Hal lain yang turut memperlambat perkembangan perbankan syariah di Indonesia adalah perbedaan pandangan yang berkepanjangan tentang halal atau haramnya bunga bank. Berdasarkan penelitian Biro Perbankan Syariah, 45 persen masyarakat Jawa mengatakan bahwa bunga bank adalah haram. Tapi, itu baru di pulau Jawa saja.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa konversi bank konvensional menjadi bank syariah bertujuan untuk perubahan dari satu sistem bank konvensional menjadi sistem bank syariah agar lebih baik.
Mengenai konversi ini di atur dalam PBI NO.4/1/PBI/2002.Permohonan di ajukan oleh Direksi Bank konvensional kepada dewan Gubernur bank Indonesia. Tentang konversi ini diatur kembali dengan PBI No.8/3/PBI/2006
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 tanggal 29 April 2009 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, menjelaskan syarat-syarat mengkonversikan bank konvensional menjadi bank syariah
Bank Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah dengan mengajukan permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia disertai persyaratn-persyaratan yang di tentukan.
Bank Konvensional yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah wajib melakukan langkah-langkah yang di syaratkan











Daftar Pustaka

Intan Sari, Prima, Maryati Bachtiar, dan Abdul Ghafur. KONVERSI BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH DITINJAU DARI HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM. https://www.google.co.id/url?q=http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/12345678/4591/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar